KedaiPena.Com – Senyum Nafsiah begitu merekah tatkala Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan meresmikan Kampung Susun Produktif Tumbuh Cakung di Jalan Kavling DPR Kampung Pulo Jahe, Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis (25/8/2022). Ibu dua anak itu akhirnya memiliki kepastian tempat tinggal yang aman dan nyaman.
Nafsiah adalah salah satu dari ratusan penduduk di Bukit Duri, Jakarta Selatan yang menjadi korban penggusuran pada era Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Sejak buldoser meratakan rumahnya pada 2016, hidup perempuan 46 tahun itu dan ratusan korban gusuran lainnya menjadi tak menentu.
“Usaha tak pernah mengkhianati hasil”. Begitulah adagium yang kerap kita dengar. Ya, enam tahun perjuangan warga Bukit Duri untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak akhirnya membuahkan hasil.
“Enam tahun kita berjuang untuk mendapatkan tempat tinggal terwujud juga. Setiap aksi kita tanpa kekerasan. Bahkan, setiap aparat yang datang ke Bukit Duri kala itu, kita kasih bunga,” ucap Nafsiah.
Konsistensi perjuangan warga untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak, menurut Nafsiah, tidak lepas dari tokoh-tokoh yang selalu support mendampingi warga. Misalnya, sebut Nafsiah, ada Sandyawan Sumardi, Rizal Ramli, dan Jaya Suprana.
“Saya semakin semangat lagi ketika melihat Pak Sandyawan dan Pak Rizal Ramli yang berkenan hadir dalam peresmian Kampung Susun Produktif. Mereka itu yang selalu support kita,” tutur Nafsiah.
Bahkan, kenang Nafsiah, saat upacara peringatan hari kemerdekaan RI ke-71 yang diikuti ratusan warga Bukit Duri kala itu, Rizal Ramli bersedia menjadi pembina upacara dan pidatonya membakar semangat warga.
“Pak Rizal pernah memimpin upacara kemerdekaan RI di Bukit Duri tahun 2016. Pidatonya Pak Rizal saat itu membakar semangat warga untuk terus berjuang,” tutur Nafsiah.
Untuk diketahui, penggusuran warga Bukit Duri dilakukan pada 26 September 2016. Penertiban bangunan di Bukit Duri dilakukan dalam rangka normalisasi Kali Ciliwung.
Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan kala itu melayangkan surat peringatan ketiga (SP 3) kepada 170 pemilik rumah di RW 09, 10, 11, dan 12. Namun, sejumlah warga menolak rumahnya digusur.
Ahok yang kala itu menjabat Gubernur DKI Jakarta mengaku tidak ambil pusing jika ada warga yang masih ingin bertahan di rumah masing-masing meski penertiban akan tetap dilakukan.
“Ya didorong saja keluar dari rumah,” ujar Ahok.
Warga Bukit Duri yang terdampak penggusuran kemudian direlokasi ke Rusun Rawa Bebek. Namun, langkah Pemprov DKI untuk menertibkan rumah warga di bantaran Sungai Ciliwung ditentang sejumlah pihak.
Penggusuran di Bukit Duri dinilai tidak manusiawi dan tidak menghargai proses hukum yang sedang berjalan. Sebab, sebagian warga Bukit Duri telah mengajukan gugatan class action pada 10 Mei 2016 setelah rumah mereka dipastikan akan digusur. Warga menilai normalisasi sungai tidak memiliki dasar hukum sehingga tidak bisa dilanjutkan.
Mereka yang digugat yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat casu quo (cq) Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat cq Direktorat Jenderal Bina Marga cq Dinas Pekerjaan Umum, Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta.
Kemudian, Wali Kota Jakarta Selatan, Kepala Dinas Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi DKI Jakarta, Kepala Dinas Tata Air Provinsi DKI Jakarta, Kepala Dinas Perumahan Provinsi DKI Jakarta, Camat Tebet dan Lurah Bukit Duri.
Warga menuntut ganti rugi hingga Rp 1,07 triliun. Selain gugatan class action, warga juga menempuh upaya hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Mereka menggugat surat peringatan penggusuran yang dikeluarkan Kepala Satpol PP Jakarta Selatan sebagai maladministrasi.
Di tingkat pertama, PTUN memenangkan warga. Pemkot Jaksel kemudian mengajukan banding dan menang. Proses hukum gugatan class action warga Bukit Duri terus diproses meski rumah mereka telah rata dengan tanah.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat baru memenangkan gugatan class action warga Bukit Duri pada 25 Oktober 2017. Pemprov DKI tidak mengajukan banding dan akan membayar ganti rugi. Anies yang telah menjabat sebagai Gubernur DKI berjanji akan membayar ganti rugi sebesar Rp 18,6 miliar kepada warga Bukit Duri.
Selain itu, Anies juga berjanji membangun kampung susun dalam program community action plan (CAP) untuk warga Bukit Duri. Janji Anies terealisasi ketika dia meresmikan Kampung Susun Cakung untuk warga Bukit Duri.
Berdasarkan pantauan di lapangan, Kampung Susun Produktif Tumbuh Cakung itu terdiri dari beberapa menara. Per menara memiliki warna cat yang berbeda, seperti hijau, merah, oranye, dan lainnya.
Per unit di kampung susun itu memiliki ukuran sekitar 36 meter persegi. Di dalam unitnya terdapat dua ruangan yang dijadikan tempat tidur, satu toilet, dan satu ruang bersama.
Laporan: Muhammad Lutfi