KedaiPena.com – Lebih dari 54 ribu orang mendesak bank internasional seperti Citi, DBS, Deutsche, JP Morgan, dan Morgan Stanley, untuk menghentikan dukungan pembiayaan ke Adaro Energy Indonesia. Hal ini menyusul langkah ekspansi bisnis Adaro yang disinyalir merupakan upaya greenwashing, yakni upaya perusahaan untuk memberikan citra ramah lingkungan.
Desakan ini dilakukan melalui petisi yang dikoordinasikan oleh Ekō, sebuah lembaga yang berfokus untuk mendorong agar perusahaan menerapkan praktik yang berkelanjutan. Citi, sebagai salah satu yang ditargetkan dalam petisi, pernah terlibat dalam kredit sindikasi untuk Adaro sebesar 400 juta Dollar Amerika. Sementara kebijakan lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) yang diberlakukan JPMorgan dan Deutsche Bank masih memungkinkan mereka untuk memberikan pembiayaan untuk perusahaan yang merusak lingkungan.
Adaro sempat menyatakan bahwa perseroan akan menghentikan eksplorasi dan ekspansi batu bara termal. Namun, melalui anak usahanya, Adaro Minerals, perseroan justru berencana menambang batu bara metalurgi. Batu bara metalurgi atau kokas (coking coal), adalah salah satu bahan campuran yang digunakan untuk pembuatan baja.
Ekspansi tersebut tidak sejalan dengan target iklim global. Berdasarkan skenario net zero dari International Energy Agency (IEA), produksi batu bara metalurgi global saat ini sudah cukup untuk memenuhi permintaan sampai 2050.
Juru Kampanye Energi dan Keuangan Asia Market Forces, Binbin Mariana mengatakan bahwa ekspansi batu bara metalurgi sama bahayanya dengan ekspansi batu bara termal.
“Tidak ada pengecualian, seluruh ekspansi tambang batu-bara akan membahayakan masa depan iklim global. Perbankan yang tetap bersikeras melanjutkan dukungan dan pendanaan ke Adaro menghadapi risiko gagalnya target penurunan emisi mereka,” kata Binbin, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (6/7/2024).
Meskipun mayoritas perbankan global memiliki kebijakan pembatasan investasi batu bara, kebijakan perbankan tersebut tidak mencakup batu bara metalurgi. Analisa lembaga Reclaim Finance dan Bank Track menemukan, pada 2016-2023, perbankan global telah berinvestasi 31,9 miliar Dollar Amerika atau sekitar Rp522 triliun ke perusahaan batu bara metalurgi. Hanya ada 9 dari 60 bank global tersebut memiliki kebijakan pembatasan batu bara metalurgi.
Will O’Sullivan, Juru Kampanye Bank Track, mengatakan bahwa masuknya ekspansi batu bara metalurgi ke dalam kategori transisi hijau sangat konyol.
“Perbankan masih memiliki banyak opsi untuk melakukan alternatif investasi ke proyek yang lebih rendah karbon seperti peleburan logam listrik dan baja yang menggunakan hidrogen hijau. Bank harus meninggalkan perusahaan yang tidak memiliki rencana transisi yang kredibel dan sejalan dengan sains iklim,” kata Will.
“Sangat penting bagi perbankan untuk memiliki kebijakan penghentian investasi batu-bara metalurgi dalam level project maupun corporate financing. Batu-bara termal dan metalurgi adalah dua sisi dari koin yang sama, yang berlawanan dengan target iklim,” tutur Apekshita Varshney, Juru Kampanye dari organisasi Ekō.
Saat ini Adaro memegang kepemilikan Tambang Kestrel di Queensland, Australia yang telah memproduksi 5,57 juta ton batu bara metalurgi pada 2023 dan berpotensi mencapai produksi 175 juta ton. Sementara di Indonesia, Adaro memiliki konsesi tambang batu bara metalurgi seluas 146,579 hektar. Tiga diantara lima area konsesi batu bara metalurgi Adaro merupakan tambang baru (greenfield). Dalam rencana diversifikasi Adaro, batu bara metalurgi dikategorikan sebagai bagian dari transisi ekonomi hijau.
“Alih-alih menghentikan dan mengurangi ketergantungan terhadap seluruh jenis batu bara, Adaro malah menggunakan kedok ekonomi hijau untuk melanjutkan eksploitasi batu bara,” kata Bondan Andriyanu, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia.
“Seharusnya pemerintah tidak hanya berhenti di kebijakan early retirement PLTU batu bara. Untuk memastikan bahwa masa depan seluruh masyarakat Indonesia aman dari bencana iklim yang bertambah parah, pemerintah seharusnya memiliki kebijakan untuk membatasi tambang batu bara, dan mendorong energi terbarukan,” Bondan menegaskan.
Laporan: Ranny Supusepa