KedaiPena.Com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Selatan kembali mengingatkan kepada pemerintah daerah setempat untuk selalu siaga menghadapi bencana ekologis.Â
Manager Desk Disaster WALHI Sumsel, Dino Mathius mengatakan beberapa bencana ekologis sudah terjadi selama hampir dua bulan terakhir.Â
“Banjir yang terjadi di 6 kecamatan di Kabupaten Lahat. Salah satunya Desa Gunung Kembang pada 23 Januari 2016, setidaknya terdapat 150 KK terdampak yang. 4 rumah hanyut dan 15 rumah rusak parah, dan sisanya terendam air setinggi kurang lebih 3 meter di desa tersebut,” kata dia dalam keterangan kepada KedaiPena.Com, Rabu (10/2).
Pada waktu yang bersamaan terjadi juga banjir di Kota Muara Dua Kabupaten Oku Selatan, Muara Enim dan Tanjung Enim serta di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Dan yang saat ini sedang terjadi di Kabupaten Musi Banyuasin terdapat beberapa titik Banjir sedikitnya 4 desa. Di antaranya Desa Ulak Embacang, Desa Air Balui SP 1, SP 2 dan SP 3 yang berada di Kecamatan Sanga Desa.
“Bukan hanya itu, ada 4 Kecamatan di Musi Banyuasin yang berpotensi Banjir seperti di Kecamatan Sekayu, Babat Toman,Sei Lais dan Lawang wetan. Di Kabupaten Empat Lawang ada 3 Kecamatan yang juga mengalami banjir, diantaranya Kecamatan Pendopo Barat, Kecamatan Sikap Dalam dan Kecamatan Tebing Tinggi yang merendam ratusan rumah warga serta hancurnya 2 jembatan gantung yang berada di Desa Linggae dan Desa Baturaja Baru,” jelas dia.
Untuk di Kabupaten OKI, banjir yang tepatnya terjadi di Kecamatan Air Sugihan merupakan salah satu penyebab gagalnya panen padi milik masyarakat. Sebelumnya pada saat musim kemarau pun gagal panen terjadi akibat kekeringan.
Dalam dokumen Perda RTRW Sumsel sebelumnya, wilayah-wilayah tersebut merupakan daerah yang sangat rawan terhadap banjir, di antaranya banyak yang masuk dalam kategori berat. Dengan demikian, menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana sistem pengendalian yang selama ini dilakukan? Mengapa bencana tersebut kerap menyisakan kerugian kepada masyarakat.
Direktur Eksekutif WALHI Sumsel, Hadi Jatmiko menegaskan bahwa bencana ekologis yang terjadi merupakan salah urus dalam tata kelola pengelolaan sumber daya alam (SDA). Karena hasil pantauan WALHI Sumsel memperlihatkan beberapa lokasi banjir tersebut, di atasnya (Ulu) terdapat izin kegiatan ekstraksi berupa pertambangan Minerba 60 izin, perkebunan sawit 19 izin dan Hutan Tanaman Industri 1 izin. Total luasnya mencapai 181,429,5 hektar atau empat setengah kali luas Kota Palembang.
Aktivitas eksploitasi SDA yang destruktif tersebut terus mendegradasi daya dukung dan daya tampung kesatuan ekosistem di Sumatera Selatan. Belum lagi kebakaran hutan dan lahan yang berkontribusi besar terhadap perubahan ekosistem, baik perubahan secara cepat maupun perlahan (akumulatif).
“Kami khawatir bencana ekologis ini akan terus meluas jika tidak dapat diantisipasi dengan sesegera mungkin. Waktu terdekat yang harus dilakukan pemerintah adalah bencana tersebut tidak terulang dalam menimbulkan kerugian baik materiil dan non materiil kepada masyarakat, termasuk dengan segera melakukan upaya rehabilitasi dan pemulihan paska kejadian,” kata dia lagi.
Seperti sebelumnya, saat terjadi banjir maupun sesudahnya wabah penyakit kerap melanda masyarakat dan lahan-lahan pertanian.
Untuk jangka panjang pemerintah wajib merubah paradigma dan model pembangunan dari yang selama ini digunakan, karena terbukti dampak buruknya jauh lebih besar ketimbang keuntungan secara ekonomis.
“Kebijakan lainnya yang harus dipastikan adalah pemerintah harus berhati-hati dalam menetapkan Perda Tata Ruang baru yang akan disahkan. Dengan memberikan porsi yang sebesar-besarnya pada keberlanjutan lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat secara adil. Serta harus dipastikan tidak ada lagi tarik-menarik kepentingan, yang justru mementingkan aktivitas-aktivitas ekstraksi sumber daya alam yang merusak ruang peri-kehidupan,” ia menjelaskan.
Rancangan Perda tersebut penting untuk diperiksa kembali, apakah sudah dapat dipastikan bahwa lingkungan hidup dan masyarakat di Provinsi Sumatera Selatan sudah terjamin hak-hak nya dalam mendapatkan kualitas lingkungan hidup yang baik. Untuk saat ini maupun generasi mendatang, sesuai dengan amanat konstitusi.
(Prw/Foto: Istimewa)