KedaiPena.Com – Untuk kesekian kalinya Pemerintah memperbaharui Peraturan di Bidang Mineral dan Batubara (Minerba) untuk lebih ‘investment friendly’.
Dalam revisi keenam PP No. 23/2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, Pemerintah memperpanjang jangka waktu perpanjangan kontrak paling cepat 5 tahun, yang dalam aturan sebelumnya paling cepat 2 tahun.
Masa perpanjangan IUPK adalah sisa waktu kontrak ditambah waktu perpanjangan 1X10 tahun. Awalnya, perubahan waktu perpanjangan tersebut untuk mengakomodasi PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral.
Namun demikian, perubahan aturan tersebut diberlakukan kepada semua Pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan dan Batubara (PKP2B).
Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi menilai perpanjangan tersebut lebih memberikan kepastian usaha bagi PKP2B untuk mempertimbangkan dan memperhitungkan keputusan untuk perpanjangan kontrak pertambangan dan batu bara.
“Mengingat investasi di bidang Minerba membutukan dana dalam jumlah besar dan waktu return investment dalam jangka panjang, maka perpanjangan waktu pengajuan perpanjangan kontrak sangat realistis yang menguntungkan bagi investor. Sehingga menjadikan iklim investasi di Indonesia semakin kondusif,” ujar Fahmy dalam keterangan kepada KedaiPena.Com, Selasa (13/11/2018).
Selain perpanjangan waktu kontrak, perubahan PP 23/2010 juga mengatur penerimaan negara dari pajak dan royalti. Sebelumnya, pemegang PKP2B harus membayar pajak PPh Badan sebesar 45% akan diturnkan menjadi sebesar 25%.
Penurunan PPh Badan diikuti dengan kenaikan Dana Hasil Batu Bara (DHPB) dari 13,5 menjadi 15℅ dan tambahan pajak 10% dari laba bersih.
“Perubahan tarif pajak itu relatif lebih adil diterapkan bagi pemegang PKP2B. Namun, perubahsn itu tidak menurunkan penerimaan pajak Pemerintah lantaran ada kenaikan tarif DHPB dan penambahan pajak terhadap laba bersih,” imbuh dia.
Fahmy menambahkan, perubahan PP 23/2010 tidak hanya memberikan kepastian usaha bagi investor dan pengenaan tarif pajak yang lebih adil, tetapi juga meningkatkan penerimaan negara dari pajak.
“Perubahan itu sekaligus menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif. Tidak berlebihan dikatakan bahwa revisi PP 23/2010 cenderung sebagai ‘investment friendly’,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh