KedaiPena.Com – Beberapa waktu lalu KedaiPena.Com sempat melakukan wawancara khusus dengan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon.
Dalam wawancara tersebut wartawan KedaiPena. Com, Muhammad Hafidh sempat berbincang soal peran pertahanan rakyat aemesta dalam menjaga ibu pertiwi penjajahan gaya baru.
Tidak hanya itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini juga menyinggung pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa TNI yang harus menjalankan politik negara.
Berikut kutipan wawancara tersebut:
KedaiPena.Com: Soal penguatan peran TNI, apakah pola pertahanan rakyat semesta masih pas untuk menangkal perang asimetris?
Fadli Zon: Kalau menurut saya, ‘man power’ kita masih dimiliki TNI. Peran TNI harus kepada pertahanan. Dan pertahanan semesta adalah pertahanan rakyat. Jadi pertahanan rakyat itu, mestinya kita sebagai negara mempunyai anggaran yang cukup untuk melakukan wajib militer atau bela negara.
Tapi kan kalau saya kira program bela negara kita saat ini tidak standar. Tapi kalau kita tiru seperti apa yang ada di Korea Selatan dan Singapura itu mereka wajib militer, setahun hingga dua tahun. Sehingga membuat warga negara mempunyai tanggung jawab dan secara fisik mereka lebih terlatih dan mempunyai ‘networking’.
KedaiPena.Com: Untuk lebih detail dalam konsep pertahanan rakyat semesta apakah harus fokus di alusista atau lebih kepada pembangunan karakter?
Fadli Zon: Alusista itu penting karena itu merupakan ‘tools’. Dengan kemampuan alutsista yang tinggi atau kepemilikan teknologi yang tinggi pasti itu akan menjadi nilai lebih.
Namun di sisi lain, yang terpenting itu adalah kekuatan rakyat. Ibaratnya walau hanya bermodalkan bambung runcing, terbukti dari sejarah kita dapat memerdekakan negara kita ini.
KedaiPena.Com: Bagaimana dengan pendapat sebagian orang bahwa manunggalnya rakyat dengan TNI diasumsikan dengan Neo Orde Baru (Orba) atau kembalinya dwi fungsi ABRI?
Fadli Zon: Saya tidak pernah alergi dengan Orba. Apa yang bagus dari Orba atau Orla ya harus kita teruskan. Nah yang tidak bagus yang jelek kita tinggalkan.
Dari Orba yang harus kita tinggalkan sekarang adalah mungkin adalah keadaan demokrasi yang ‘clash’, kebebasan berpendapat sulit, kebebasan partai politik dan kebebasan berpendapat dari lisan maupun tulisan. Tapi di sisi lain kita melihat banyak yang positif juga.
Saya tidak melihat peluang dwi fungsi ABRI bisa kembali lagi, melihat aturan perundangan yang ada. Kita sudah sepakat itu (penghapusan dwi fungsi ABRI) bagian dari reformasi kita. Pemisahan pertahanan yang dilakukan TNI dengan keamanan yang dilakukan polisi. Saya kira sejauh ini prakteknya sudah cukup bagus.
Sekarang tinggal memikirkan cara untuk meningkatkan anggaran TNI. Supaya alusista kita lebih support, kita kan negara kepulauan terbesar di dunia harus mempunyai kapal selam yang jumlah lebih banyak. Lalu juga mempunyai pesawat tempur yang dapat melindungi kedaulatan kita.
KedaiPena.Com: Ketika HUT TNI lalu, Presiden Joko Widodo mengutip omongan Jenderal Sudirman, bahwa TNI harus berpolitik secara negara, bagaimana anda melihatnya?
Fadli Zon: Ya memang politik TNI adalah politik negara. TNI memang tidak boleh berpolitik secara praktis dan tidak boleh menjadi alat politik dari kepentingan penguasa. Jadi saya kira pernyataan Presiden sangatlah normatif.
Seharusnya Presiden juga dapat mengatakan hal tersebut kepada Polri. Tidak boleh Polri ini dari alat politik kepentingan penguasa, jadi seharusnya institusi negara tidak terlibat dalam politik praktis. Namun, sayangnya Presiden dalam prakteknya memberikan peringatan kepada TNI, tapi tidak memberikan peringatan itu kepada Polri.
Apakah hal ini seperti membenarkan asumsi di bawah bahwa Polri saat ini tengah menjadi alat kepentingan penguasa?
Fadli Zon: Ya, tapi itu masih harus dibuktikan. Tapi kecenderungan itu memang dibenarkan di kalangan masyarakat.
Laporan: Muhammad Hafidh