TANTANGAN keamanan nasional saat ini dihadapkan dengan munculnya paradigma baru berupa demokrasi, hak asasi manusia, lingkungan hidup, dan pasar bebas. Belum lagi kemajuan ilmu dan teknologi membuat ancaman terhadap keamanan nasional semakin kompleks, beragam, dan berganti bentuk.
Selain ancaman militer yang menggunakan kekuatan bersenjata dan terorganisasi, dewasa ini muncul ancaman nirmiliter. Ancaman nirmiliter pada hakikatnya ancaman yang menggunakan faktor-faktor nirmiliter yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.
Ancaman nirmiliter dapat berdimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan informasi, serta keselamatan umum.
Ancaman Sosial Budaya
Ancaman yang berdimensi sosial budaya menjadi bahasan relevan dewasa ini. Ancaman ini dapat dibedakan atas ancaman dari dalam dan ancaman dari luar.
Ancaman dari dalam didorong oleh isu-isu kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan ketidakadilan. Isu tersebut menjadi titik pangkal timbulnya permasalahan,seperti separatisme, terorisme, kekerasan yang melekat-berurat berakar,dan bencana akibat perbuatan manusia.
Isu tersebut lama kelamaan menjadi “kuman penyakit†yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, nasionalisme, dan patriotisme. Ancaman macam ini telah diakomodir dalam Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas), tepatnya pada pasal 1 ayat 2 dan 12.
Watak kekerasan yang melekat dan berurat berakar berkembang, seperti api dalam sekam di kalangan horizontal yang berdimensi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) pada dasarnya timbul akibat watak kekerasan yang sudah melekat.
Watak kekerasan itu pula yang mendorong tindakan kejahatan termasuk perusakan lingkungan dan bencana buatan manusia. Faktor-faktor tersebut berproses secara meluas serta menghasilkan efek domino sehingga dapat melemahkan kualitas Pertumbuhan penduduk yang terus berlangsung telah mengakibatkan daya dukung dan kondisi lingkungan hidup yang terus menurun.
Bersamaan dengan itu merebaknya wabah penyakit pandemi, seperti flu burung, demam berdarah, HIV/AIDS, dan malaria merupakan tantangan serius yang dihadapi di masa datang. Di sinilah peran RUU Kamnas dalam mengatasi segala ancaman nonkonvensional seperti di atas, ketika di era perang modern ini dibutuhkan sebuah UU yang mampu menjawab perkembangan jaman.
Selain itu, konflik berdimensi vertikal antara pemerintah pusat dan daerah, di samping konflik horizontal yang berdimensi etnoreligius, menunjukkan potensi konflik yang cukup mengkhawatirkan. Bentuk-bentuk ancaman tersebut apabila tidak ditangani secara tepat dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Konflik sosial budaya juga digolongkan sebagai ancaman nirmiliter. Hal ini karena pada dasarnya bisa dianggap sebagai gangguan keamanan dalam negeri yang terjadi antarkelompok masyarakat, yang dalam skala besar dapat membahayakan keselamatan bangsa.
Oleh karena itulah, Pasal 1 ayat 2 RUU Kamnas mengatur tentang ancaman sosial budaya ini. Ini membuktikan bahwa RUU Kamnas sudah cukup responsif dalam mengantisipasi datangnya ancaman nonkonvensional, yang dalam realita sehari-hari di lapangan justru banyak terjadi di masyarakat kita. Dalam ruang lingkup keamanan nasional pun, BAB III Pasal 6 dan 7, diatur hal-hal yang meliputi keamanan insani dan publik, yang mana sangat berkaitan dengan ancaman berdimensi sosial budaya, termasuk konflik komunal yang kerap terjadi.
RUU Kamnas vs UU PKS
RUU Kamnas dikhawatirkan juga akan berbenturan dengan UU Penanganan Konflik Sosial yang sudah ada sebelumnya, apalagi berkaitan dengan konflik sosial (komunal). Akan tetapi, penulis berpendapat bahwa adanya UU tentang Keamanan Nasional akan mampu menjadi payung bagi operasionalisasi UU PKS.
Beberapa pasal dalam UU PKS dengan RUU Kamnas memiliki korelasi yang positif dan saling memperkaya satu sama lain. Salah satu contohnya adalah sistem pencegahan dini dalam memelihara dan meningkatkan stabilitas keamanan nasional, terdapat dalam pasal 33-35 RUU Kamnas.
Terlebih, peran masyarakat yang dilibatkan dalam upaya-upaya penyelenggaraan keamanan nasional, seperti yang dijelaskan Pasal 32 RUU Kamnas. Peran serta masyakarat dalam pencegahan konflik sangat penting karena yang biasa berkonflik adalah masyarakat sendiri.
Untuk itu, penting adanya penyadaran bagi masyarakat bahwa menjaga situasi damai jauh lebih penting daripada sekedar membela ego sektoral atau pribadi.
Secara lebih holistis, kita bisa melihatnya sebagai upaya positif berperan serta aktif dalam upaya-upaya penyelenggaraan keamanan Terakhir, pembangunan kebijakan yang berskala nasional, seperti RUU Kamnas, harus memiliki paradigma pendekatan keamanan yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat (‘people centered’).
Untuk itu, negara harus mampu memainkan perannya sebagai pembawa ‘positive peace’, yang menghasilkan hubungan dan kondisi yang sejahtera bagi rakyatnya. Salah satu caranya adalah dengan memberikan rasa aman
Oleh Jerry Indrawan, S.IP, M.Si (Han), Pengamat Pertahanan, Dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina