KedaiPena.Com – Pada bulan Januari 2014, Kota Manado dilanda banjir bandang dan tanah longsor. Ribuan rumah mengalami rusak berat, rusak sedang dan rusak ringan.
Walikota Manado saat itu, Vicky Lumentut mengeluarkan Keputusan Nomor: 30/KEP/LT.12/BPBD/2014 tentang Penetapan Rumah Rusak Berat, Rusak Sedang dan Rusak Ringan Akibat Bencana Banjir Bandang dan Tanah Longsor di Kota Manado pada tanggal 10 Maret 2014.
Totalnya, 11.235 unit yang terdiri dari rumah rusak berat 1.569 unit, rusak sedang 1.932 unit, dan rusak ringan 7.734 unit. Untuk masyarakat yang rumahnya rusak ringan langsung mendapatkan bantuan Rp. 3.600.000,-
Adapun untuk warga yang rumahnya rusak berat dan rusak sedang (berjumlah 3.501) dilakukan lebih dulu verifikasi, validasi dan uji publik. Untuk rumah rusak berat mendapatkan bantuan Rp. 40.000.000,- dan rumah sedang Rp. 20.000.000,-.
Bahwa ternyata pagu dana BNPB dari Kementerian Keuangan hanya untuk total 3018 rumah rusak sedang dan rusak berat.
Verifikasi, validasi dan uji publik kemudian dilakukan oleh konsultan manajemen pendamping dengan menurunkan tenaga ahli.
Mereka membentuk 2 koordinator lapangan (berdasarkan pembagian wilayah) disertai dengan asisten korlap untuk bidang teknik, keuangan, fasilitator-fasilitator teknik, mutu bangunan, keuangan, dan lain-lain.
Alhasil dari 3018 unit rumah yang dilakukan verifikasi, validasi dan uji publik, hanya 2050 unit rumah yang berhak mendapatkan bantuan. Dan kemudian berkurang lagi menjadi 2030 unit rumah karena ada yang namanya ganda, bukan warga Manado dan ada yang mengundurkan diri.
Selanjutnya hasil verifikasi, validasi dan uji publik tersebut dituangkan dalam Keputusan Walikota Manado Nomor: 95b/KEP/LT.12/BPBD/2016.
Sayang, pekerjaan yang dikerjakan oleh Konsultan Managemen Pendamping, Ir. Yenni Siti Rostiani MPA dan Ir. Agus Yugo Handoyo malah berujung penjara.
Yenni dan Agus bersama eks Kepala Badan Penanggulangan Bencana Kota Manado, Maxmilian Tatahede S.Sos menjadi terdakwa.
Dalam surat tuntutan pidana perkara Tipikor Dana Banjir 2014, Ir. Yenni Siti Rostiani. MPA (Direktur PT. Kogas Driyap) sebagai rekanan, dituntut dengan pidana penjara selama 8 tahun 6 bulan membayar denda Rp200.000.000, serta dibebani membayar uang pengganti sebesar Rp6.355.765.517.
“Apabila tidak dibayar, harta benda terdakwa disita oleh Jaksa dan apabila harta benda terdakwa tidak mencukupi maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun,” ujar Kajari Manado Maryono SH, MH, Kamis (22/10/2020).
Selain itu terhadap terdakwa Ir Agus Yugo Handoyo (Direktur Operasional PT. Kogas Driyap) dituntut pidana penjara selama 8 tahun dan membayar denda sebesar Rp.300.000.000 subsider selama 6 bulan kurungan.
“Selanjutmya majelis hakim memberikan kesempatan kepada para terdakwa utk mengajukan pembelaan,” lanjut dia.
Selain kedua pihak swasta, Maxmilian Tatahede S.Sos, eks Kepala Badan Penanggulangan Bencana Kota Manado selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dituntut delapan tahun penjara.
Menurutnya terdakwa terbukti secara sah melakukan Tindak Pidana Korupsi Dana Banjir Manado Tahun 2014. sehingga merugikan negara sekitar Rp8,3 miliar.
“Sebagaimana dimaksud dalam dakwaan Primair pasal 2 ayat 1 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 KUHPidana dengan pidana penjara selama 8 tahun denda sebesar Rp300.000.000 subsider selama 6 bulan kurungan, serta membayar biaya perkara Rp5.000,” lanjut Maryono.
Pengacara Yenni Siti Rostiani, Niko Adrian mengatakan, banyak kejanggalan dalam kasus ini. Bahkan dia menyebut penyelamatan uang negara berakhir di balik jeruji.
“Bahwa uraian Jaksa Penuntut Umum sebagaimana tersebut dalam surat dakwaan tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap. Lihat saja dalam surat dakwaan, jenis kelamin Yenni Siti Rostiani adalah laki-laki. Padahal telah jelas dan terang, terdakwa adalah seorang ibu rumah tangga yang masih bersuami dan memiliki 2 (dua) orang anak,” papar Niko kepada KedaiPena.Com, Minggu (15/11/2020).
Selain itu, disebutkan pula kebangsaan atau kewarganegaraan dari terdakwa adalah perempuan. Padahal telah jelas dan terang, terdakwa adalah berkewarganegaraan Indonesia. Yenni memiliki Kartu Tanda Penduduk yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta.
“Bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap dikarenakan menyebutkan pekerjaan dari terdakwa selaku Direktur Operasional PT. Kogas Driyap Konsultansi. Padahal, berdasarkan Akta Notaris Jusriany Koni, S.H., No. 98 tanggal 31 Oktober 2014 nama perusahaan adalah PT. Kogas Driyap Konsultan bukan PT. Kogas Driyap Konsultansi,” kata Niko.
“Hal ini menunjukan adanya perbedaan subyek dalam dakwaan antara PT. Kogas Driyap Konsultan dengan PT. Kogas Driyap Konsultansi yang selalu berulang-ulang disebutkan oleh Jaksa Penuntut Umum sejak Surat Dakwaan sampai dibacakannya Surat Tuntutan,” papar eks aktivis 98 ini.
Niko pun menegaskan, proses verifikasi dilakukan dengan profesional. Adapun anggaran pembangunan rumah ini langsung masuk ke rekening warga.
“Jadi klien kami tidak menggelapkan uang negara, malah kami melakukan penyelamatan uang negara, karena melakukan verifikasi yang tepat, dan tidak salah sasaran. Sekali lagi saya tegaskan, apa yang klien kami lakukan adalah upaya penyelamatan uang negara, namun malah berakhir di balik jeruji,” lanjut dia.
Laporan: Muhammad Hafidh