KedaiPena.com – Keputusan pemerintah untuk mempensiundinikan PLTU Batu bara, dinyatakan sebagai langkah yang baik dalam mendukung mitigasi perubahan iklim. Tapi dalam penerapannya perlu diberlakukan kehati-hatian.
Penasihat Presiden Bidang Energi, Purnomo Yusgiantoro meminta pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan program pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara di dalam negeri.
Yang menjadi dasar pertimbangannya adalah berkenaan dengan sejarah kelam Indonesia dengan sektor kelistrikan yang melibatkan perusahaan listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) di dalam negeri. Purnomo mengatakan sejarah tersebut terjadi pada tahun 1997-1998 lalu.
“Phasing out coal kalau itu punya PLN gak ada masalah. Kenapa gak ada masalah? Karena kalau punya PLN, PLN itu BUMN kita, BUMN negara. Jadi we can do anything we want kepada PLN. Tetapi yang IPP kita mesti hati-hati. Karena pengalaman tahun 1997-1998, kontrak kita break waktu itu, 27 kontrak listrik swasta kita break, dibawa ke arbitrase internasional,” kata Purnom dalam acara Seminar Publik Centre For Science and International Studies (CSIS), di Jakarta, dikutip Senin (28/10/2024).
Ia menekankan bahwa rencana pensiun dana PLTU batu bara di Indonesia sebaiknya dilakukan pada PLTU milik BUMN yakni PLN. Namun, jika menyangkut PLTU milik pihak swasta, maka perlu ada kajian dan negosiasi yang lebih mendalam.
“Lesson-nya kita oke, phasing out coal, power plant is good. Setuju. Terutama punya PLN. Tapi kalau itu menyangkut IPP, kita mesti hati-hati. We have to check the contract. Kontraknya mesti dilihat. Kecuali mereka mengatakan, oke aku juga setuju. IPP-ku di stop sekarang, kemudian diganti dengan EBT. That’s good. Quote and quote, itu baik,” ujarnya.
Purnomo membeberkan Indonesia pernah dibawa ke arbitrase internasional. Hal itu imbas dari menandatangani perjanjian dengan IMF yang membuat sekitar 27 proyek ketenagalistrikan swasta berhenti, termasuk di antaranya milik perusahaan swasta atau IPP.
Purnomo ingat betul, lantaran, ia menjadi salah satu orang yang berperan menangani kasus arbitrase internasional yang dimaksud, diantaranya melakukan negosiasi dengan pihak IPP yang menggugat. Sayang, kata Purnomo, Indonesia kalah dan bahkan Indonesia terancam disita aset-asetnya.
“Waktu itu kita negosiasi kembali. Tapi beberapa IPP gak mau. Waktu itu dia bawa ke pengadilan internasional, kita kalah. Dan padahal di Indonesia kita udah menangkan. Tapi kan ini teman-teman semua tahu kan, kalau di Indonesia kita bisa ngatur nih. Kalau di luar negeri gak bisa. Kita kalah. Dan karena kita kalah, aset kita hampir disita waktu itu, di New York, di Tokyo, disita,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa