KedaiPena.Com – Begawan ekonomi Rizal Ramli menilai, isu melemahnya daya beli masyarakat bisa dilihat dari penurunan pertumbuhan konsumsi yang saat ini tercatat di bawah 5%.
Konsumsi masyarakat Indonesia yang biasanya di atas 5% menjadi salah satu indikator kuat fakta melemahnya daya beli di masyarakat.
“Susah dibantah bahwa memang telah terjadi penurunan daya beli. Karena biasanya konsumsi itu tumbuh 5,1%, sekarang tumbuh 4,9%,” kata dia Jakarta, ditulis Jumat (8/12).
“Tapi memang tidak berlaku untuk semua kelas ekonomi. Kalau kelas menengah atas, mereka memiliki cukup uang, cukup tabungan, tapi mereka menunda pembelian durable goods. Yaitu barang elektronik, rumah atau mobil,” sambungnya.
Sementara yang betul-betul terpukul adalah golongan menengah bawah, karena golongan menengah bawah ini begitu daya belinya terbatas, sementara ini itu naik, anjlok.
Dia sendiri menilai, perubahan gaya belanja masyarakat yang beralih ke online tidak memberikan pengaruh besar terhadap pelemahan daya beli.
“Karena total bisnis online itu hanya dua persen dari total transaksi retail,” ungkapnya.
Sementara jika dilihat dari pertumbuhan penerimaan dari pajak pertambahan nilai atau PPN, hal ini terjadi lantaran usaha pemerintah yang cukup agresif.
Meski ada peningkatan penerimaan pajak dari jasa kurir, jasa sewa gudang, dan lain sebagainya, namun di level ritel atau masyarakat, barang yang sudah terdistribusi justru tak laku.
“Pabrikan itu kan barangnya dikirim ke distributor nasional, kirim ke distributor regional, mereka harus beli karena mereka terikat kontrak. Kalau tidak, distributor shiftnya diganti. Tapi di level retail, barangnya enggak laku, numpuk di gudang,” tutur pria kelahiran Padang ini.
Namun demikian, dia sendiri tak ingin isu mengenai daya beli menjadi debat yang tak kunjung larut. Dia berharap pemerintah bisa cepat tanggap dengan memperkuat penerimaan masyarakat kelas bawah di daerah, agar daya beli masyarakat yang terkoreksi tadi bisa kembali terjaga.
“Salah satu yang Presiden Jokowi usulkan, dan itu bagus sekali, kami dukung, adalah program padat karya. Karena dengan padat karya itu, akan ada peningkatan pekerjaan, penguatan daya beli dan sebagainya,” tuturnya.
“Kemudian, kita harus tinggalkan kebijakan makro ekonomi yang super konservatif ini, yang hanya melakukan pengetatan-pengetatan. Karena itu akan membuat ekonomi bakal anjlok sampai 2019, yang akan merugikan elektabilitas Pak Jokowi. Harus ada cara lain, bukan pengetatan tapi bagaimana kembali memulihkan ekonomi itu,” pungkasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh