SIAPA bilang kegiatan alam bebas di Indonesia (Nusantara) baru dikenal pada abad ke 20? Siapa bilang juga kalau bepergian jauh dari tempat kelahiran baru dikenal sejak konsep traveling dan backpacker populer baru-baru ini?
Jika kita merujuk pada catatan penulis Robert Dick Read misal, sebetulnya para pendahulu masyarakat Indonesia telah lama melakukan penjelajahan antar pulau, bahkan keliling dunia.
Catatan dan peninggalan orang Makasar di Australia misal, atau beberapa peninggalan lainnya yang dipercaya sebagai jejak leluhur masyarakat Indonesia di Eropa, semua catatan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat kita, jauh sebelum masa kolonial telah melakukan penjelajahan ke penjuru dunia.
Menariknya, catatan sejarah menunjukkan bahwa penjelajahan manusia Indonesia pada masa lampau bukan dalam rangka membangun koloni. Berbagai catatan tersebut, bisa kita baca dalam banyak literatur, salah satunya dalam buku berjudul “Penjelajah Bahari†karya Read.
Baru-baru ini, sejak milenium kedua atau pada awal abad ke 21, trend mendaki gunung kemudian dilengkapi dengan kemunculan trend traveller dan backpacker. Meski pun dalam banyak hal, ketiga kegiatan tersebut tentu saja memiliki perbedaan dan kekhasannya masing-masing, namun pada banyak hal pula ketiga trend kegiatan luar ruangan tersebut memiliki prinsip dan tipikal yang sama.
Secara sederhana, baik traveling, backpacker, maupun mendaki gunung memiliki kesamaan dalam unsur-unsur seperti; penjelajahan, meninggalkan rumah, mengenal lingkungan luar, dan sebagainya. Dalam sisi personal, ketiga kegiatan tersebut memiliki dua dimensi sifat yang signifikan, sisi hedonis dan sisi religius.
Maksudnya, kita bisa menjadikan ketiga kegiatan seperti; mendaki gunung, travel, maupun backpacker secara sederhana sebagai kesenangan, dan refreshing semata. Di sisi lain kita juga bisa menjadikan ketiga kegiatan tersebut sebagai jalan yang sangat personal, katakanlah untuk mendekatkan diri dengan sang pencipta, proses katarsis, proses untuk lebih mengenal diri dan seterusnya.
Atau melalui ketiga kegiatan tersebut, kita bisa mendapatkan dua sisi yang berbeda tersebut secara bersamaan, dan itu bukan tidak mungkin.
Oleh Pepep DW, Akademisi STSI Bandung, Pegiat Jelajah Gunung Bandung