KedaiPena.Com- Peningkatan jumlah lansia di Indonesia, haruslah disikapi dengan mempersiapkan sistem perawatan dan pemantauan jangka panjang. Karena, semakin meningkatnya umur tentu akan membuat tingkat kerentanan lansia bertambah.
Demkian disampaikan oleh Direktur Kesehatan Keluarga, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Erna Mulati, MSc, CMFM. Ia menyatakan, jumlah lansia di Indonesia, kian tahun semakin meningkat.
Berdasarkan sensus tahun 2020, data menunjukkan lansia memiliki persentase 10,7 dari total populasi. Dan diprediksi akan memasuki angka 12,5 persen pada 2025, 18,3 pada tahun 2040 dan 19,9 persen pada tahun 2045.
“Sehingga penting untuk menjaga kualitas hidup kelompok lansia ini, sehingga di masa tuanya, lansia tetap dapat menjalani kehidupannya dengan baik. Dalam artian, tidak memiliki penyakit yang menyebabkan mereka tidak dapat hidup mandiri dan para lansia dapat hidup sehat, jauh dari kerentanan,” kata Erna dalam sosialisasi menjauhi kerentanan pada lansia menuju lansia sehat dan bahagia, yang digelar oleh Dompet Dhuafa, Jumat (11/6/2021).
Ia menyebutkan tantangan terbesar dari lansia adalah kondisi multipatologi dan renta atau frailty.
“Maksudnya adalah lansia merupakan kelompok umur yang memiliki potensi besar dalam meningkatnya risiko komplikasi penyakit serta ketergantungan pada orang lain dan obat-obatan. Yang akan berdampak pada peningkatan biaya perawatan kesehatan yang harus ditanggung oleh jaringan kesehatan nasional,” urainya.
Tercatat dalam Riskesdas 2018, lansia yang memiliki hipertensi mencapai 63,5 persen, diabetes melitus 5,7 persen, penyakit jantung 4,5 persen, stroke 4,4 persen dan gangguan lainnya seperti status gizi rendah, obesitas, penyakit menular dan gangguan mental, semisal Demensia.
“Sejauh ini, ada sekitar 22 persen lansia memiliki ketergantungan ringan dan 3,7 persen memiliki ketergantungan sedang, berat dan total yang membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” urainya lebih lanjut.
Pada tahun 2017, tercatat perawatan kesehatan lansia melalui BPJS mencapai 24 persen dari pembiayaan kesehatan, padahal populasi lansia pada tahun 2017 hanya 9 persen dari total populasi.
“Ini menunjukkan bahwa lansia memiliki kebutuhan pengembangan sistem perawatan jangka panjang. Tidak hanya pembiayaan kesehatan tapi juga penguatan peran keluarga sebagai caregiver. Untuk mempersiapkan promotif preventif, lingkungan yang sehat dan menyenangkan bagi lansia serta penyiapan fasilitas dalam penanganan lansia,” kata Erna.
Dengan mempersiapkan sistem perawatan jangka panjang maka diharapkan dampak penurunan kesehatan lansia dapat dihilangkan.
“Yaitu, komponen biaya pelayanan kesehatan lansia yang sakit akan menurun, menghilangkan atau memperkecil kesenjangan antara Umur Harapan Hidup (UHH) dengan Umur Harapan Hidup Sehat (UHHS), menurunkan potensi beban ekonomi pada lansia, keluarga, tenaga kesehatan hingga JKN, menjaga produktivitas dan quality of life dari lansia,” tandasnya.
Direktur Dakwah Budaya dan Pelayanan Masyarakat, Dompet Dhuafa (DD), KH Ahmad Shonhaji, memantau kesehatan lansia merupakan suatu upaya menjadikan lansia hidup sehat, mandiri, produktif dan bahagia.
“Karena itu, kami dari DD dalam program kesehatan memiliki fokus program kesehatan untuk para lansia ini. Termasuk skrining untuk pencegahan penyakit tidak menular, apalagi dengan adanya pandemi. Deteksi dini merupakan hal penting,” kata Ustadz Shon, demikian ia akrab dipanggil, dalam kesempatan yang sama.
Program lainnya, adalah pendampingan lansia untuk kegiatan perawatan harian, yang memberikan edukasi serta mengajak para lansia untuk beraktivitas dan menyalurkan bakatnya melalui kegiatan seni dan olahraga.
“Ada kegiatan menari, ada olahraga, melakukan kegiatan berkebun sehingga membuat lansia tetap sehat, tetap tersenyum dan bahagia di masa tua,” ujarnya.
Sentuhan kesehatan fisik dan medis ini juga dibarengi dengan pembinaan spiritual agar memberikan ketenangan dalam kehidupan mereka.
“Beribadah dan beraktivitas positif akan mencegah adanya kerentanan pada para lansia ini,” pungkasnya.
Laporan: Natasha