KedaiPena.Com -Â Lamanya proses revisi Undang-undang Migas yang telah berjalan selama enam tahun lebih banyak disebabkan karena belum disepakatinya bentuk tata kelola migas terutama untuk sektor hulu.
Para pemangku kepentingan harus kembali ke tujuan dasar pengelolaan hulu migas sehingga memenuhi dua aspek utama yaitu penguasaan oleh negara dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Demikian dikatakan oleh Komaidi Notonegoro, peneliti Reforminer Institute di Jakarta, Kamis (8/12).
“Masalah kelembagaan terkait posisi SKK (Satuan Kerja Khusus) Migas dan Pertamina ini paling pelik. Sehingga membuat revisi UU Migas tidak jalan, SKK Migas ingin berdiri sendiri, Pertamina ingin kembali ke UU Nomor 8 tahun 1971. Kalau masalah lain seperti wilayah kerja dan agregator gas, masing-masing fraksi di DPR sudah sepakat,†terang dia.
“Apa pun bentuk tata kelolanya, kita harus menentukan mana yang paling efektif untuk mencapai tujuan sesuai amanat Mahkamah Konstitusi bahwa sektor 
migas harus dikelola negara dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” lanjut dia
Selain itu, di tempat yang sama Fahmy Radhi dari Universitas Gajah Mada (UGM) mengingatkan, pentingnya isu kedaulatan energi sebagai implementasi Pasal 33 UUD 1945 dalam revisi UU Migas.
“Terlihat jelas dampak liberalisasi sektor migas melalui UU No. 22 tahun 2001 tentang Migas yang telah membuat 74% ladang migas dikelola oleh perusahaan,” tandas mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Kementerian ESDM ini.
Laporan: Muhammad Hafidh