KedaiPena.Com – Kebijakan holding sektor migas disinyalir akan mengkerdilkan peran Perusahaan Gas Negara (PGN) lantaran tata kelola gas akan selalu berada di bawah bayang-bayang Pertamina.
Demikian dikatakan oleh Ekonom Indef Abra Talattov saat memberikan tanggapannya soal pembentukan holding sektor migas yang dilakukan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno baru-baru ini.
Abra begitu ia dipanggil menuturkan pembentukan holding sektor migas dengan upaya pengkerdilan PGN ini merupakan ‘hidden agenda’ Pertamina sejak tahun 2013.
“Pertamina sejak 2013 sudah melakukan pengadaan gas (LNG) dengan total sekitar 10 jura ton per tahun (MPTA), beberapa kontrak juga sudah ditanda tangani. Bahkan, kontrak pengadaan gas dari domestik dan impor ini berlaku untuk periode 2016-2039,” ujar dia kepada KedaiPena.Com, Minggu (11/2/2018).
“Masalahnya, kontrak diteken ketika harga gas tinggi. Lalu, kontraknya juga dengan prinsip ‘take or pay contract’, jadi diambil atau tidak, tetap harus bayar, jika tidak ambil akan bayar penalti,” sambung dia.
Kedua peraturan tersebut, lanjut Abra, mengharuskan trader yang melakukan kontrak pengadaan gas memiliki fasilitas infrastruktur pipa gas. Jika diketahui, lanjut Abra, selama ini dari 70-an trader yang membeli gas dari Pertagas, hanya 13 trader yang punya infrastruktur. Inilah yang menyebabkan harga gas di tingkat konsumen mahal.
“Dengan holding migas, maka fasilitas infrastruktur PGN akan dimanfaatkan untuk menyelamatkan kontrak Pertamina tersebut,” beber dia.
Selain itu, ujar Abra, masyarakat juga akan dirugikan atas manuver holding migas. Kebijakan bisnis rentan dimonopoli induk holding (Pertamina) lantaran biaya transportasi gas oleh pertamina USD2,5 per mmbtu. Sedangkan biaya oleh PGN hanya USD 0,7 per mmbtu.
“Jika harga distribusi gas nantinya mengacu pada Pertamina, sudah pasti akan terjadi kenaikan harga gas di tingkat konsumen,” imbuh Abra.
Dengan kondisi demikian, Abra menyarankan, agar konsep holding migas yang diterapkan oleh pemerintah dapat memfokuskan ke lini usaha masing-masing, dengan Pertamina di minyak dan PGN di gas.
“Jadi Pertagas harus di bawah PGN, kalau perlu dilebur (akuisisi) ke dalam PGN. Alasannya PGN punya infrastruktur pipa gas dan asset, serta laba PGN jauh lebih besar dari Pertagas,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh