KedaiPena.Com – Klaim Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan terkait adanya big data 110 juta pengguna internet yang mendukung agar pemilu 2024 dapat ditunda menjadi sorotan.
Akademisi dan juga Pakar IT, Marsudi Wahyu Kisworo mengakui, big data kerap digunakan dalam indikator acuan politik. Salah satu contohnya, terjadi saat Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) dimana Donald Trump terpilih.
“Kalau politik itu yang ngetop baru waktu (Pilpres, red) Donald Trump, di Indonesia waktu pilkada DKI juga ada beberapa yang menggunakan big data,” ucap Marsudi, Sabtu,(2/4/2022).
Ia menyebut, saat itu Donal Trump menggunakan big data dari media sosial. Kemudian, menggunakan dan menyewa lembaga konsultan mengelola data itu untuk memenangkan Pemilu.
“Karena big data itu kita tahu persis isu isu strategis apa, sehingga dapat akurat kalau kita percaya bisa memenangkan pemilu, Donald Trump mampu memenangkan pemilu karena menggunakan big data,” katanya.
Menurutnya, Big data dapat menghasilkan ilmu pengetahuan yang luar biasa. Namun, hal itu jika big data diraih secara tepat dan akurat tidak ada rekayasa yang menggunakan algoritma tepat untuk melakukan analisa.
“Jika ingin pengetahuan benar, itu karena datanya akurat tidak direkayasa dan algoritma yang digunakan benar bukan diarahkan untuk menghasilkan apa yang diinginkan,” imbuhnya.
Selain itu, ia menuturkan, saat ini istilah big data dapat dikatakan sebagai minyak dunia yang baru. Namun, banyak pihak yang masih belum terlalu paham mengenai big data.
“Pengertian big data disebut sebagai minyak baru, kalau dulu kita punya minyak nah sekarang minyak dunia baru itu big data, banyak orang salah paham big data,” tuturnya.
Ia menjelaskan, big data itu seharusnya melibatkan jutaan data, lalu penambahan data yang begitu cepat, serta variabel big data meliputi teks, audio dan lain sebagainya.
Laporan: Muhammad Lutfi