KedaiPena.Com – Wakil Ketua Umum DPP Gerindra, Fadli Zon, mengungkapkan belum ada titik temu antara fraksi-fraksi di DPR dan pemerintah soal lima isu yang belum diputuskan pada Rancangan Undang-Undang tentang Penyelenggaran Pemilihan Umum (RUU Pemilu) hingga kini.
Kelima poin yang belum disahkan mengenai ambang batas presidensial (presidential threshold), ambang batas parlemen (parliamentary threshold), sistem pemilu, metode konversi suara menjadi kursi, dan kuota suara per daerah pemilihan (dapil).
“Yang lain sudah berhasil kita lalui, kita ketok (disahkan, red). Tinggal lima hal saja belum,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/7).
Wakil Ketua DPR RI ini menerangkan, selambat-lambatnya harus sudah ada keputusan menyangkut lima isu tadi pada 10 Juli ketika mengambil keputusan di tingkat Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu.
Jika belum selesai, maka dibawa ke dalam rapat paripurna yang digelar 10 hari kemudian. “Tanggal 20 Juli sudah paling lambat. Tidak boleh lebih lagi dari 20 Juli,” jelasnya.
Pada paripurna nanti, DPR tidak bisa memutuskan menggunakan payung hukum sebelumnya yang menjadi rujukan penyelenggaraan Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres) 2014.
Soalnya, kedua pesta demokrasi itu menggunakan dasar hukum yang berbeda. Sementara, Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 14/PUU-XI/2013 menyatakan, bahwa pilpres dan pileg pada 2019 digelar serentak. Apalagi, keputusan tersebut bersifat final dan mengikat.
Dengan demikian, solusi untuk mencari keputusan dalam mengesahkan lima poin tersisa hanya tinggal pemungutan suara (voting) dalam paripurna nanti. “Saya kira voting pasti. Kalau tidak ada mufakat, tentu voting,” yakinnya.
Namun, Fadli belum mengetahui, apakah keinginan Gerindra agar presidential threshold 0 persen pada paripurna nantinya bakal disahkan atau tidak. Sebab, mekanisme voting sendiri hingga kini belum diketahui.
Kalau menetujui pemungutan suara terbuka, maka voting dilakukan per fraksi. Sedangkan tertutup, tiap anggota dewan memiliki hak suara.
“Biasanya kalau menyangkut orang tertutup. Tapi, kalau menyangkut kebijakan, terbuka. Biasanya begitu,” ucap lulusan Fakultas Ilmu Budaya Univeesitas Indonesia (FIB UI) ini.
Kendati demikian, Fadli berharap, “Sebaiknya kalau voting itu, kan anggota bukan fraksi, meskipun biasa dikelola fraksi.”
Tetapi, dalam upaya mencari titik temu dengan pemerintah yang tetap menginginkan presidential threshold seperti Pilpres 2014, pasangan calon presiden dan wakil presiden diajukan partai politik atau gabungannya yang memperoleh 20 persen kursi di Parlemen atau 25 persen suara sah nasional, DPR berencana melakukan konsultasi dengan Presiden Joko Widodo.
Sikap tersebut, berdasarkan hasil rapat terdahulu yang mengamanatkan kepada pimpinan DPR untuk menggadakan rapat konsultasi. “Makanya, kita akan surati segera presiden, supaya rapat konsultasi,” beber Fadli.
Rapat konsultasi ini, ditegaskannya tak sebatas membahas RUU Pemilu, namun juga membicarakan beberapa persoalan dan produk hukum lain yang belum rampung. RUU Antiterorisme dan Perppu Informasi Pajak, misalnya.
Menurut politisi kelahiran Jakarta, 1 Juni 1971 itu, hingga kini DPR belum menentukan kapan bakal bersurat dan mendorong rapat konsultasi dengan Presiden Jokowi digelar.
“Belum tahu. Nanti kita rapatkan dulu. Tapi yang jelas, harus segera kita surati, agar persoalan-persoalannya bisa diselesaikan,” katanya.
Fadli menambahkan, dalam konsultasi nantinya belum tentu ada kesepakatan bersama antara pemerintah dengan DPR.