KedaiPena.com – Tantangan terbesar pengelolaan sumberdaya kelautan dan pesisir adalah bagaimana melakukan pengembangan dengan tetap mempertahankan aspek keberlanjutan. Perkembangan teknologi seyogianya mampu mengembangkan pengetahuan yang sudah diwariskan secara turun temurun, dengan mengandalkan basis data terbaru.
Peneliti Ahli Utama Oseanografi Terapan dan Manajemen Pesisir, Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Widodo Setiyo Pranowo mengungkapkan untuk pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya laut dan pesisir di benua maritim indonesia, harus lah mengadopsi sistem berkelanjutan.
Ia menjelaskan ada tiga pilar utama dalam sistem keberlanjutan, yakni benefit secara lingkungan, secara sosial, dan secara ekonomi, yang harus ditegakkan secara bersamaan, tidak hanya satu atau dua saja.
“Nah, UNFCCC menyarankan bahwa di setiap negara harus bisa mengembangkan teknologi adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan dan variabilitas iklim, dengan cara menggali kebijakan lokal (local wisdom) atau yang lebih bisa kita kenali sebagai budaya. Setiap etnik memiliki budaya masing-masing dalam mengelola sumberdaya alamnya sejak zaman lampau. Sehingga, kita bisa kembali lagi, kepada contoh yang saya berikan tadi, tentang mempelajari kembali ‘literasi budaya maritim’ seperti teknologi jawa kuno ‘pranata mangsa’ adakah masih relevan?,” kayak Widodo saat dihubungi, Rabu (13/7/2022).
Ia menyebutkan, tentunya literasi budaya maritim yang berbasis budaya tersebut, harus disertai dengan adaptasi teknologi ‘High Performance Computation’ yang menggunakan big data dan algoritma artificial inteligent berdasarkan data-data yang diakuisisi oleh sensor-sensor instrumentasi robotik.
“Dan tentunya apabila semua ini bisa dilakukan sendiri oleh anak bangsa, dengan material bersumber dari Indonesia, maka NKRI ‘insya Allah’ akan menjadi negara maritim yang berdaulat, sejahtera, adil dan makmur,” ungkapnya.
Widodo menyebutkan riset dan survei tentang kondisi hidro-Oseanografi sebenarnya telah dilakukan oleh berbagai bangsa, termasuk suku-suku bangsa di Indonesia sejak zaman kerajaan-kerajaan di nusantara.
“Begitu banyak data hidro-oseanografi dan meteorologi lautan nusantara yang telah didapat oleh para periset asing yang mengarungi jalur rempah, jalur sutra, dan jalur emas di lautan nusantara. Dan kita cukup beruntung bahwa bangsa Eropa mendokumentasikan berbagai data tersebut dengan baik, sehingga data-data lautan nusantara dari tahun 1700/1800an bisa kita ambil atau akses kembali dari mereka,” ungkapnya lagi.
Sedangkan data-data hasil long term observation pada masa kerajaan-kerajaan nusantara banyak yang bisa di-recovery kembali, namun setidaknya ada beberapa yang tersimpan sebagai jurnal ilmiah pada masa itu, salah satunya adalah perbagai kitab jawa kuno, seperti kitab primbon jawa.
Kitab primbon jawa, menurutnya, merupakan hasil pengamatan jangka sangat panjang terhadap fenomena astronomis, fenomena alam darat, dan fenomena laut yang dijadikan sebagai media interaksi antara manusia, tumbuhan dan hewan.
Sehingga, pada masa itu terciptalah teknologi peramalan (forecasting) musim yang dikenal sebagai ‘Pranata Mangsa’. Teknologi peramalan ini digunakan untuk mengelola musim bercocok tanam, mengelola musim penangkapan ikan dan hewan laut/sungai ekonomis penting pada masa itu,” kata Widodo.
Era teknologi 4.0 seperti sekarang ini, semakin memudahkan dalam otomatisasi pemantauan atau pengukuran hidro-oseanografi dan meteorologi, dan bisa dilakukan oleh semua individu dan instansi yang memiliki kapasitas finansial, infrastruktur dan sumber daya manusia.
“Kita bisa ambil positifnya, bagaimanakah sekarang pemerintah memberikan fasilitas (database) dan menyediakan ekosistem berbagi data (data sharing) yang nantinya bisa digunakan untuk lebih memahami karakter dari lautan nusantara ini. Dengan lebih memahami karakter dari masing-masing laut, selat, teluk, maka bisa dijadikan sebagai dasar tata kelola/manajemen ruang laut, udara, pesisir untuk menggenjot ekonomi maritim yang berkelanjutan, untuk mensejahterakan masyarakat,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa