KedaiPena.Com – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fikri Faqih berharap pengawasan terkait pelaksanaan Ujian Sekolah Berbasis Nasional (USBN) yang diselenggarakan mulai senin (20/3), dapat optimal. Hal itu perlu dilakukan dalam rangka memerbaiki kualitas pendidikan tanah air, sebelum masuk ke jenjang yang lebih tinggi.
“Kunci pelaksanaan USBN ada di pihak sekolah, khususnya di kepala sekolah dan guru. Karena itu mutu kualitas para pelajar yang diluluskan sangat tergantung dari pihak sekolah. Tidak hanya kualitas akademik, tapi juga akhlak dan moral para siswa didik,†jelas Fikri di Jakarta, ditulis Rabu (22/3).
Diketahui, sistem pengawasan pelaksanaan USBN, berasal dari internal guru yang mengajar di sekolah tersebut. Tidak adanya mekanisme pengawas silang antara sekolah, membuat beberapa pihak, menilai potensi kecurangan dapat terjadi. Hal itu ditambah, proporsi 75 persen materi ujian berasal dari Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Provinsi, dan 25 persen sisanya berasal dari pemerintah pusat.
Meskipun demikian, masing-masing sekolah membentuk tim khusus pelaksanaan USBN. Serta, adanya lembaga pengawas eksternal, yang berasal dari Ombudsman RI dan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) RI.
Dua pengawas eksternal ini, harap Fikri, bisa meningkatkan mutu pendidikan di tanah air. Oleh karena itu, Kemendikbud perlu berkoordinasi intensif dengan dua lembaga tersebut hingga di tingkat kabupaten/kota dengan melibatkan kepala daerah setempat.
“Karena pendidikan pada intinya bukan soal pencapaian nilai kelulusan, tapi dari membangun kejujuran yang dimulai sejak dini,†jelas wakil rakyat PKS dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX ini.
Di sisi lain, potensi kecurangan pelaksanaan USBN bisa juga berasal dari belum optimalnya penggunaan komputer dalam pelaksanaan ujian, tetapi lebih memilih menggunakan kertas atau Ujian Nasional Kertas Pensil (UNPK). Pemprov Jawa Timur, misalnya, mengeluarkan kebijakan untuk menggunakan kertas dalam pelaksanaan USBN.
Menurut Budi, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMAN 1 Sooko, Mojokerto, Jawa Timur, sistem ini memiliki potensi kebocoran soal ujian yang sangat tinggi. Sebab, soal ujian didistribusikan ke sekolah dalam bentuk file. Proses cetak dan penggandaan, diserahkan ke sekolah masing-masing, tanpa pengawalan aparat keamanan.
“Saya khawatirkan kasus ini juga ada di daerah lain, terutama di luar Pulau Jawa yang masih minim akses listrik, pendanaan, dan teknologi. Ini harus segera menjadi bahan evaluasi Kemendikbud yang disampaikan ke Komisi X,†jelas mantan Guru SMK di Kota Tegal ini.
Sejauh ini, dari Data Kemendikbud, di jenjang SMA, baru ada 9.661 sekolah yang ditetapkan menjalankan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Di jenjang SMK, ada 9.832 sekolah. Untuk SMP, ada 11.128 sekolah. Mendikbud Muhadjir sendiri telah meminta dukungan aparat kepolisian untuk membantu pengawasan sekolah di daerah yang masih menggunakan sistem UNPK.
Laporan: Anggita Ramadoni