KedaiPena.Com – Penerapan “Tax Amnesty” atau Pengampunan Pajak tidak semudah harapan. Karena pengaturan regulasi tersebut tidak bisa berdiri sendiri.
Demikian disampaikan pengamat ekonomi Universitas Mataram Dr M Firmansyah di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin.
“Tidak bisa berdiri sendiri, artinya hanya mengatur mekanisme penerapannya, namun format secara hukum pengaturan objek pajak yang tidak membayar pajak juga harus diperjelas,” kata dia.
Ia mengatakan, pemerintahan Presiden Joko Widodo tengah merancang konsep “Tax Amnesty” untuk meningkatkan pendapatan negara untuk mendanai pembangunan di berbagai bidang, terutama infrastruktur.
Namun, semangat pemerintah menyelesaikan pembangunan infrastruktur terkendala keterbatasan dana, sementara instrumen hutang sudah secara maksimal digunakan.
Pengajar di Program Sarjana (S1) dan Pascasarjana (S2) Fakultas Ekonomi Universitas Mataram (Unram) ini, menilai instrumen “Tax Amnesty” menjadi penting dipertimbangkan, menginga pekan pertama Mei 2016, realisasi penerimaan baru Rp419,2 triliun atau 23 persen dari target penerimaan APBN sebesar Rp1.822,5 triliun.
Sementara belanja periode yang sama mencapai Rp586,8 triliun, sehingga defisit anggaran mencapai 1,3 persen.
Selain itu, pembangunan infrastruktur membutuhkan modal besar, sedangkan pemerintah tidak ingin kehilangan momentum perdagangan bebas antaranegara ASEAN yang sudah dilaksanakan untuk memperlambat pembangunan infrastruktur.
Pertimbangan lain adalah besarnya dana pengemplang pajak yang parkir di luar negeri, mencapai ribuan triliun, sehingga diharapkan kembali parkir di Tanah Air.
“Namun untuk mewujudkan penerapan regulasi pengampunan pajak tersebut, persoalannya tidak semudah harapan,” ujarnya.
(Apit/Prw)