KedaiPena.Com – Usulan tiga ketum parpol koalisi pemerintah untuk menunda pemilu tahun 2024 adalah bentuk sebuah kekacauan dari sebuah sistem demokrasi yang ada di Indoensia. Pasalnya, jadwal pemilu 2024 telah disepakati oleh DPR, Mendagri dan KPU beberapa waktu lalu.
Demikian disampaikan Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa, Tony Rosyid merespons usulan tiga ketum parpol koalisi pemerintahan Jokowi yang mengusulkan agar pemilu 2024 dapat ditunda.
“Fix dan sudah ketuk palu. Ini tertuang dalam Surat Keputusan KPU No 21 Tahun 2022,” kata Tony Sabtu (26/2/2022).
Oleh karena itu, kata Tony menjelaskan, Presiden hanya bisa menjabat paling lama dua periode dan itu artinya hanya 10 tahun, tidak lebih dari itu. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi otoritarianisme dalam kekuasaan, dan proses regenasi terus berjalan.
“Karena itu, konstitusi membatasinya dua periode,” ucapnya.
Tony mengungkapkan, terlihat dari manuver dan tokoh yang berperan di panggung, terbaca oleh publik adanya skenario sistemik yang sedang dimainkan untuk memaksa pilpres dan pileg diundur.
“Kalau Pilpres dan pileg diundur, pilkada juga akan ikut mundur. Kalau jadwal semula pilkada mundur 1-2 tahun, maka tertundanya pilpres dan pileg akan memperlama penundaan pilkada. Bisa 3-5 tahun,” kata Tony,
Anda bisa bayangkan, kata Tony, jika PJ (pejabat sementara kepala daerah) menjabat selama 3-5 tahun. Lebih dari setengah atau bahkan full satu periode tanpa proses pemilihan dalam pemilu.
“Betapa ini menunjukkan kekacauan dalam sistem demokrasi kita,” tandasnya.
Lebih lanjut, Tony mengatakan sekaligus mempertanyakan, siapa yang diuntungkan dengan dimundurkannya pemilu ini?.
“Tentu DPR, DPRD dan DPD akan nemu durian runtuh. Orang-orang di lingkaran kekuasaan akan girang bukan kepalang,” kata Tony.
Kemudian Tony menerangkan, bahwa penundaan pemilu merupakan sikap yang sangat tidak rasional. Pasalnya, kata dia, dimata publik, ini tak lebih dari ambisi berkuasa yang akan meruntuhkan nilai-nilai kehormatan mereka sendiri.
“Dan ini akan diabadikan oleh catatan sejarah. Kendati ada dinamika personal di dalamnya, tapi rakyat tak cukup tahu soal itu dan akan sangat sulit untuk bisa memaafkan mereka,” pungkas Tony.
Laporan: Muhammad Lutfi