KedaiPena.com – Semakin mendekatnya waktu Initial Public Offering (IPO) Pertamina Hulu Energi (PHE) tak menyurutkan pertanyaan publik terkait dasar kebijakan IPO ini.
Managing Director PEPS, Anthony Budiawan menyatakan ketentuan pengelolaan sumber daya sudah termaktub dalam Pasal 33 UUD Ayat (3) Yang menyatakan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
“Dikuasai negara, harusnya dikuasai melalui kepemilikan 100 persen di BUMN seperti Pertamina. Sehingga, saat Pertamina Hulu Energi menjual saham kepemilikannya kepada investor melalui bursa (IPO), perlu dipertanyakan motifnya,” kata Anthony, ditulis Jumat (19/5/2023).
Ia menyatakan, secara data, Pertamina Hulu Energi tidak membutuhkan modal tambahan dari Investor pihak ketiga.
“Alasannya, pertama, rasio utang terhadap modal PHE masih sangat rendah, di bawah satu. Artinya, keuangan PHE sangat sehat, masih mempunyai kapasitas cukup besar untuk menambah utang,” urainya.
Kedua, biaya pendanaan dari utang (= suku bunga) jauh lebih murah dari biaya pendanaan dari IPO atau penjualan saham (= ROE: tingkat pengembalian modal atau return on equity).
“Ketiga, tingkat keuntungan PHE sangat tinggi, mencapai lebih dari 30 persen dari modal ekuitas pada 2022. Laba bersih pada 2022 adalah 4,67 miliar dolar AS atau sekitar Rp69,17 triliun. Modal Ekuitas per Desember 2021 adalah 13,39 miliar dolar AS,” urainya lagi.
Bahkan, PHE mampu membagikan dividen 2,88 miliar Dollar Amerika, untuk laba tahun 2021. Dividen untuk laba 2022 yang akan dibayarkan pada 2023 kemungkinan besar akan lebih besar dari dividen 2021.
“Jumlah dividen PHE ini jauh lebih besar dari rencana IPO sekitar 1,36 miliar dolar AS atau sekitar Rp20 triliun. Bisa dikatakan, secara keuangan PHE tidak membutuhkan dana investor dari IPO. Artinya, IPO akan merugikan keuangan PHE, dan otomatis akan menjadi kerugian keuangan negara,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa