KedaiPena.com – Kebijakan terkait pendidikan, dinilai tak berbasis kajian akademik. Bahkan, menunjukkan kecenderungan dibuat tanpa memikirkan masa depan Indonesia, yang membutuhkan generasi unggul.
Pengamat Pendidikan, Indra Charismiadji menegaskan dalam melakukan pembangunan manusia, tidak boleh ada kesalahan sama sekali.
“Berbeda dengan bangun jembatan ya. Atau contohnya LRT. Katanya desainnya salah, dibongkar, bisa dibangun ulang. Tapi kalau membangun manusia salah, ya sudah, tidak bisa diulang lagi. Ini harusnya jadi pertimbangan pemerintah atau para wakil rakyat sebelum mengeluarkan kebijakan-kebijakan, khususnya pembangunan manusia,” kata Indra, Jumat (1/9/2023).
Ia menyebutkan setiap lembaga pendidikan seharusnya memiliki standar mutu atau standar kompetensi kelulusannya.
“Seorang sarjana harus punya kemampuan yang sesuai dengan bidangnya. Minimal, berpikir dan memecahkan masalah,” tuturnya.
Indra memaparkan seringkali ia menemukan sarjana yang tidak memiliki kompetensi sesuai dengan bidangnya.
“Kalau saya lihat masalahnya bukan pada skripsi atau tidak skripsi. Tapi pada proses pembelajarannya. Itu yang harus dipastikan, apakah prosesnya memenuhi target kompetensi atau tidak,” tuturnya lagi.
Ia menilai jika ada kecenderungan skripsi atau tesis yang tidak memenuhi kriteria, harusnya bukan dihapuskan tapi diperbaiki.
“Kampus itu, saat ini, seperti bukan ajang mencari ilmu. Tapi lebih untuk mencari stempel, tempat mencari gelar sarjana. Ini yang harus dibenahi. Bukan dihapuskan. Apa korelasinya, menghapuskan skripsi dengan membangun SDM unggul. Kalau ada, tolong jelaskan,” kata Indra tegas.
Indra menekankan di era digitalisasi saat ini, seorang sarjana harus lah memiliki inovasi, suatu kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya menuju ke tingkat yang lebih baru, bahkan tidak menutup kemungkinan bisa menelurkan teori baru.
“Tapi, tentunya inovasi ini tetap membutuhkan narasi. Tidak bisa tiba-tiba bikin project, harus ada narasinya dulu. Konsepnya kan tidak jatuh dari langit begitu saja. Ini bukan bicara bisnis lho, tapi pendidikan. Kalau pendidikan dikelola seperti bisnis, ya tidak cocok,” pungkas Indra tegas.
Laporan: Ranny Supusepa