KedaiPena.com – Upaya pemerintah untuk membangun ketahanan gula dalam negeri dengan melakukan revitalisasi lahan, dianggap kurang tepat. Karena, masalah terbesar suplai gula konsumsi adalah pada ketidaklaikan pabrik, yang menyebabkan jumlah gula hasil produksi tidak optimal.
Pengamat Pangan Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (APEGTI), Nur Jafar Marpaung menyatakan biaya produksi gula pada pabrik milik pemerintah, sangat mahal.
“Hal ini disebabkan karena kondisi pabrik yang sudah tua. Sejak zaman Belanda pabriknya. Sehingga tanaman tebu yang masuk, hanya menghasilkan jumlah gula yang jauh di bawah produksi perusahaan swasta,” kata Nur Jafar saat dihubungi, Kamis (11/8/2022).
Ia memaparkan, biaya produksi untuk menghasilkan 1 Kilogram gula di pabrik penggilingan milik BUMN adalah Rp10.500.
“Berarti biaya ongkos produksi gula petani sebesar Rp10.500 per kilogram. Kalau pemerintah memperhitungkan keuntungan petani sebesar 15 persen atau 30 persen, itu artinya harga gula petani berkisar Rp12.075 hingga Rp13.650,” urainya.
Sementara, biaya produksi Pabrik Gula milik swasta hampir separuh biaya prosuksi pabrik gula milik BUMN, yaitu cuman Rp6 ribu per kilogram.
“Jika dibandingkan dengan biaya produksi pabrik gula swasta, biaya prioduksi pabrik gula BUMN hampir 2 kali lipat swasta. Perusahaan swasta seperti Sugar Grup, yang memproduksi Gulaku, ILP, SIL dan GPM yang pabriknya di Lampung, hanya perlu ongkos produksi Rp5.509 hingga Rp6 ribu per kilogram,” urainya lagi.
Nur Jafar menegaskan bahwa murahnya ongkos produksi dipicu karena pabrik gula milik swasta memiliki sistem yang terintegrasi dari perkebunan sampai ke pengolahan.
“Mesin-mesin yang digunakan untuk pengolahan gula juga lebih canggih dan berbanding terbalik dengan milik BUMN, dimana biaya produksi yang mahal akibat pabrik gula milik BUMN sudah tua,’ ujarnya.
Ia menyatakan seharusnya pemerintah juga melakukan revitalisasi pada pabrik gula, sehingga tanaman tebu yang disetor oleh petani bisa diserap dengan optimal.
“Rata-rata pabrik gula di Indonesia menghasilkan rendemen sebesar 6 sampai 7 persen. Ini angka yang sangat rendah. Bandingkan dengan pabrik gula di Thailand yang rendemennya bisa 11 sampai 12 persen. Jadi walaupun tanaman tebunya banyak, kalau pabriknya masih jadul, ya sama saja. Target pemenuhan kebutuhan gula tak akan tercapai,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa