KedaiPena.com – Permintaan Plt Menteri Pertanian (Mentan) yang juga Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi kepada Pemerintah Daerah (Pemda), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengawasi pendistribusian beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) kepada keluarga penerima manfaat (KPM) serta daerah yang masih belum memiliki beras, baik di pasar tradisional maupun pasar modern untuk menghubungi Bulog, dinilai sebagai terobosan yang baik.
Pengamat Pangan APEGTI, Nur Jafar Marpaung menyatakan permintaan Plt Menteri Pertanian wajar mengingat sejak bulan September hingga bulan Oktober 2023 ini harga beras cukup mengejutkan, yakni melambungnya harga beras hingga mencapai Rp15.000 di beberapa daerah.
“Angka ini jauh lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang baru saja di naikkan pemerintah sebesar Rp10.900 per kilogramnya,” kata Nur Jafar, Senin (23/10/2023).
Ia menjelaskan Indonesia menduduki posisi keempat konsumsi beras tertinggi di dunia, yaitu sekitar 35,3 juta ton per tahun.
Sedangkan produksi beras di Indonesia per tahun rata-rata hanya sebesar 31,54 juta ton per tahun. Jadi kebutuhan beras dalam Negeri masih devisit sebesar 3,76 juta ton per tahun.
“Jelas ini menjadi sebuah masalah yang krusial (penting), mengingat beras adalah bahan pangan utama masyarakat Indonesia. Harapan kita kedepan kepada Plt Menteri Pertanian Arief Prasetyo Adi juga harus segera menindak oknum-oknum yang menyebabkan naiknya harga beras di Tanah Air,” ujarnya.
Selain itu, Nur Jafar meminta kepada plt Mentan dan pihak terkait untuk mencermati Beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang berasal dari impor telah dipalsukan oleh oknum tak bertanggungjawab.
“Modusnya, karung beras tersebut diganti dengan merek beras lainnya, dan dijual dengan harga tinggi,” ujarnya lagi.
Lebih lanjut, ia mendukung permintaan Arief Prasetyo Adi terkait realisasi impor gula kepada Kementerian Perdagangan dan pemegang hak importasi.
“Itu memang harus segera direalisasikan untuk menjaga kestabilan harga gula yang cendrung meroket, dimana saat ini harga gula kristal putih (GKR) untuk konsumsi sudah diatas harga eceran tetap (HET),” kata Nur Jafar.
Ia menjabarkan total kemampuan produksi industri Gula Nasional dari pabrik Gula milik pemerintah dan swasta adalah 2.800.000 ton per tahun. Sementara, kebutuhan Gula Nasional per tahun adalah 3.993.600 ton per tahun. Ditambahkan Cadangan gula nasional, yakni 10 persen dari kebutuhan Gula Nasional, maka total kebutuhan Gula Nasional pertahun adalah sebesar 4.392.960 ton per tahun.
“Artinya ada defisit 1.592.960 ton per tahun, yang harus ditutup dari impor Gula melalui perusahaan BUMN seperti PTPN, PPI, RNI, BULOG dan lain-lain serta perusahaan Swasta pemilik API-P atau API-U sesuai dengan PERMENDAG RI Nomor 14 Tahun 2020, Tentang Ketentuan Impor Gula,” tuturnya.
Terkait permintaan Plt Mentan Arief Prasetyo Adi kepada Badan Pusat Statistik (BPS) untuk merilis hasil dari survei Kerangka Sampel Area (KSA) jagung apapun hasilnya, ini merupakan langkah yang dapat dimaklumi. Agar tidak kebablasan melakukan importasi jagung karena akan berdampak buruk kepada para petani di dalam negeri.
“Izin impor yang kebablasan bisa membuat tekanan ke harga pangan di tingkat petani. Saat ini bisnis pangan banyak dikuasai oleh mafia yang dimainkan konglomerasi besar sehingga jika pemerintah tidak hadir maka rakyat jadi korban. Persoalan impor jagung menjadi dilema. Dimana impor jagung sedang dibutuhkan peternak namun di sisi lain juga harus dijaga agar tidak menekan petani jagung,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa