KedaiPena.com – Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie menyatakan, jika saat periode kedua Joko Widodo kabinet diisi oleh 8 menteri PDIP, bukan suatu hal yang tak mungkin, dengan 44 kementerian maka perwakilan dari Partai Gerindra bisa mendapatkan 7 hingga 9 posisi menteri.
Dan ia menyebutkan diperkirakan Golkar akan mendapatkan 5-6 menteri, Demokrat akan mendapatkan 3-4 menteri, NasDem 2 menteri, PKB 1 atau 2 menteri, PAN mendapatkan 3 menteri, dan jika PDIP bergabung akan mendapatkan 2 menteri.
“Sistem adil tapi tak merata memang perlu diterapkan dalam penentuan calon menteri di kabinet Prabowo. Kabinet kemungkinan besar akan diisi terbanyak oleh Partai Gerindra dan selanjutnya, yang jumlahnya banyak adalah Golkar,” kata Jerry, Senin (30/9/2024).
Ia pun menyebutkan perlu juga ada menteri yang mewakili daerah. Misalkan, karena Prabowo berasal Banyumas (Jatim) dan Minahasa (Sulut), maka bisa saja ada 1 menteri yang mewakili daerah asal mantan Danjen Kopassus tersebut.
“Nah, untuk kalangan profesional, praktisi akademisi dan ormas bisa saja ada 10-12 wakilnya di kementerian. Perihal pengangkatan menteri, sebaiknya Prabowo meniru atau mengadopsi pola dan strategi mendiang Presiden Soeharto yang mengedepankan aspek expert (keahlian), experiance (pengalaman), capability (kapasitas), smart (kecerdasan), credibility (kredibilitas) dan quality (kualitas). Serta rumus right man and right place,” tutur peneliti politik dari Amerika Serikat ini.
Jerry pun mencontohkan para menteri ahli ekonomi yang diangkat Soeharto, yakni JB Sumarlin, Ali Whardana (3 periode Menteri Keuangan), Widjojo Nitisastro (Kepala Bapennas), Soemitro Djojoharikusumoh (Menteri Perdagangan), Radius Prawiro, Ma’rie Muhammaf (Menteri Keuangan).
Contoh lainnya adalah Ali Alatas, Mochtar Kusumaatmaja (Menlu), Fuad Hasan (Mendikbud), Jop Ave (Menpar), Subroto (Menteri ESDM) sampai Emil Salim (Menteri Lingkungan Hidup).
“Berbeda di era Jokowi, banyak menteri yang tak kompeten dan tak menguasai bidang. Contoh, Menteri Kesehatan Budi Gunadi yang tak ahli dan tak memahami dunia kesehatan. Bahkan Nadiem Makarim buta soal pendidikan diangkat menjadi Mendikbudristek. Begitu pula dengan Menteri Kominfo Budi Arie,” ujarnya.
Ia menyatakan sebagai contoh, untuk posisi Menteri Keuangan, haruslah sosok yang menguasai ilmu fiskal, moneter serta mikro dan akuntansi.
“‘Untuk Menteri Pendidikan sebaiknya seorang penemu, ahli pendidikan, dekan, rektor atau praktisi pendidikan dan sebaiknya lulusan S3 (doktor) atau bergelar profesor. Dia harus paham dunia akademik dan kurikulum serta seluk beluk dunia pendidikan. Kalau bisa IPK-nya di atas 3,5,” ujarnya lagi.
Prabowo, tegasnya, sebaiknya jangan mengangkat menteri tipe penjilat dan hanya asas manfaat atau mereka yang buta bidang yang dipimpinnya, atau mereka yang baru belajar bidang tersebut
“Saya kira Prabowo orang yang cerdas, dia pernah mengecap pendidikan di enam negara. Bukan itu saja, beliau terlahir dari keluarga berpendidikan. Ayahnya seorang guru besar di bidang ekonomi. Barangkali dengan kata lain latar belakangnya terdidik, seyogianya parpol koalisi KIM Plus harus mengirim nama-nama menteri sudah diseleksi berdasarkan based competence,” kata dia.
Penting juga, tandasnya, Prabowo memilih menteri sesuai keahliannya dan menggunakan rasionalitas bukan sesuai kata hati atau perasaan.
“Untuk menteri mewakili anak muda perlu juga ada bisa saja 1 menteri, mewakili female atau kalangan perempuan bisa saja 2-3 menteri,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa