KedaiPena.com – Pengamat Energi UGM, Fahmy Radhi, menilai pemberian izin pengelolaan tambang pada ormas keagamaan adalah kebijakan blunder.
Alasan pertamanya adalah kebijakan tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Dasar 1945 dan undang-undang lain. Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa seluruh kekayaan alam dikuasai oleh negara untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
“Negara dalam konteks ini semestinya direpresentasikan oleh BUMN, BUMD, atau perusahaan swasta. Negara lantas memungut royalti, pajak, dana, dan sebagainya yang kemudian didistribusikan ke rakyat melalui APBN. Kalau kemudian fungsi distribusi ini dipindahkan dari negara ke ormas, ini saya kira akan melanggar Undang-Undang Dasar 1945,” kata Fahmi dalam salah satu diskusi, ditulis Minggu (9/6/2024).
Selain itu, lanjutnya, undang-undang juga mengamanatkan pemberian konsesi tambang diprioritaskan kepada BUMN dan BUMD. Sementara itu, pihak swasta harus lewat lelang. Jika izin diberikan langsung pada ormas, hal itu juga berpotensi melanggar undang-undang.
“Alasan kedua, pengelolaan tambang tidak mudah. Saya belum pernah mendengar ada ormas yang punya sayap bisnis pertambangan. Khawatirnya, ormas malah menjadi alat untuk kepentingan swasta. Memang tidak bisa dijual begitu saja. Tapi, akhirnya ormas itu hanya sebagai makelar uang yang kemudian mengajak kerja sama swasta. Ujung-ujungnya, ditundukkan swasta dan ormas keagamaan hanya dapat sedikit,” tuturnya.
Ketiga, Fahmy menyebutkan dunia tambang penuh “mafia”. Seperti, kasus korupsi di pertambangan timah di Bangka Belitung yang nilainya mencapai Rp300 triliun
“Saya khawatir ormas keagamaan sekalipun bisa terjerumus kegrey area yang penuh dengan kejahatan hitam tambang. Jangan-jangan, ormas keagamaan yang ingin memperbaiki akhlak malah terseret dalam kegiatan-kegiatan mafia, dalam perusakan lingkungan yang merugikan masyarakat,” tuturnya lagi.
Oleh karena itu, dalam perspektifnya, kebijakan konsesi tambang untuk ormas keagamaan itu lebih cenderung merugikan daripada menguntungkan. Maka kebijakan tersebut sebaiknya ditolak.
“Selain itu, daerah-daerah tambang yang disediakan oleh pemerintah merupakan daerah yang sebelumnya sudah diekploitasi lebih dari 20 tahun. Konsesi “sisa” seperti itu tentu lebih rawan merugi. Ini saya kira jangan maulah. Tolak saja. Itu lebih banyak mudhorotnya daripada manfaat,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa