KedaiPena.Com – Praktik jual-beli jabatan dalam kasus OTT Bupati Probolinggo dan suaminya anggota DPR dari Fraksi Nasdem, Hasan Aminuddin omenunjukkan konspirasi kejahatan tidak kenal waktu dan situasi.
Demikian disampaikan Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia(Alpha) yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Azmi Syahputra saat merespon penangkapan oleh KPK pada, Senin, (30/8/2021).
“Bahwa diperparah lagi keterlibatan keluarga, orang terdekat(suami-istri) tidak lagi bisa jadi benteng pertahanan moral. Malah suami ikut menikmati dalam pasar jual beli jabatan dengan tarif tertentu. Bahkan sebagai pelaku utama penerima suap serta sekaligus menunjukkan fungsi atasan semakin tidak jelas menunjukkan sistem praktik birokrasi yang buruk,” kata Azmi dalam keterangan tertulis, Selasa, (31/8/2021).
Azmi menegaskan, di dalam setahun kasus jual beli jabatan ini dapat mencapai puluhan bahkan ratusan triliun. Nilainya, kata Azmi, diperkara jual beli jabatan sangat besar sehingga menyebabkan candu buat ketagihan bagi pejabat yang punya kewenangan.
“Mereka pejabat ini melakukan hal yang bertentangan dengan tujuan diberikan kewenangan tersebut. Mereka melalaikan tugas dan kewajiban maka hukuman bagi pejabat yang jual beli jabatan ini semestinya terapkan hukuman maksimal dan rampas semua harta diperoleh dari penyalahgunaan jabatannya,” beber Azmi.
Azmi pun menilai, kasus jual beli jabatan ini jufa disebabkan kewenangan pejabat yang disalahgunakan dalam upaya mengejar dan mempertahankan kekuasaan hingga memuaskan kekuasaan pribadi dengan jalan pintas.
“Dan sikap pejabat yang masih menerapkan tradisi birokrasi yang tidak adaptif dengan perubahan kekinian,” tegas Azmi.
Mereka para pimpinan, lanjut Azmi, juga tidak mau belajar dari kasus- kasus sebelumnya. Azmi menekankan, mereka ini masih punya slogan keliru.
“Mumpung masih menjabat sehingga kok masih bisa dipersulit kenapa dipermudah,” ungkap Azmi.
Dengan demikian, kata Azmi, akhirnya pendekatan apresiasi, kompetensi dan jabatan diberikan kepada orang yang berani memberi uang dan upeti pada pimpinan. Sehingga keduanya sama- sama merasa mendapatkan keuntungan.
“Inilah prilaku mentalitas sebahagian orang maupun pegawai negeri sipil demi jabatan melakukan apa saja, termasuk demi memperoleh dukungan partai politik, gesekan konflik dan dinamika hubungan antara politisi dan partai politik yang tidak mendukung dalam mendapatkan jabatan pun selalu jadi celah melalui menyuap untuk atas nama mendapat jabatan,” tandas Azmi.
Laporan: Muhammad Hafidh