KedaiPena.com – Kejadian kecelakaan di Km 58 Tol Jakarta Cikampek, yang mengakibatkan 12 orang tewas dinyatakan meninggalkan beberapa hal untuk dievaluasi.
Pengamat Transportasi, Bambang Haryo Soekartono menyatakan dengan terjadinya kecelakaan di Km 58 dan juga beberapa kecelakaan yang kerap terjadi, sudah seharusnya pemerintah melakukan evaluasi pada beberapa hal.
“Yang pertama, yang perlu ditinjau adalah penerapan contraflow dan kelengkapan infrastruktur untuk contraflow itu sendiri,” kata Bambang Haryo, Selasa (9/4/2024).
Misalnya, panjang lintasan contraflow itu harus memenuhi ketentuan standarisasi yang ada, tak boleh terlalu panjang, hingga melewatkan akses untuk memasuki rest area. Dan juga ujung contraflow itu harus mempertimbangkan rentang waktu untuk memasuki jalur menuju rest area.
“Selain itu juga penting untuk membatasi kecepatan mobil yang masuk ke jalur contraflow, sehingga menurunkan potensi kendaraan tidak dapat dikendalikan. Misalnya, pembatasnya harus ada tali pembatas dan rambu lampunya, bukan hanya cone biasa. Ini bukan hanya untuk mobil yang masuk ke contraflow tapi juga bagi mobil yang berlawanan arah, mereka akan lebih waspada,” ujarnya.
Yang kedua, lanjut Bambang Haryo, terkait keberadaan rest area, yakni jarak antara rest area dan kapasitas parkir, yang berkaitan dengan tingkat kelelahan pengemudi.
“Saat ini rest area ini belum sesuai dengan standarisasi Permen PUPR No 10 tahun 2018, tentang istirahat dan pelayanan jalan tol. Misalnya, untuk jarak antar kota yang kurang dari 30 km, maka rest areanya harus tipe B. Kalau sudah memenuhi standarisasi, maka tidak akan ada masyarakat yang kelelahan di jalan tol, karena tak bisa istirahat di rest area,” ujarnya lagi.
Ia menekankan bahwa fungsi rest area ini, mayoritas ditujukan bagi parkir kendaraan.
“Jangan kebanyakan tenant, sehingga lahan untuk parkir berkurang. Ini perlu dievaluasi oleh pemerintah,” kata Bambang Haryo.
Yang ketiga, walaupun tidak berkaitan langsung dengan kecelakaan Km 58, Bambang Haryo menyatakan, yang kerap menjadi penyebab kecelakaan adalah mobil besar yang berjalan lambat dan tidak memiliki atribut kendaraan yang sesuai standar.
“Tak jarang, mobil besar, seperti truk itu jalannya lambat, antara 30-40 km per jam. Padahal menurut ketentuan, minimal 60 km per jam, sehingga berpotensi terjadi “tumbur” (tabrakan belakang). Selain itu, ada beberapa kasus tabrakan dari belakang, terjadi karena mobil truk tak memiliki penerangan yang cukup di bagian belakang,” pungkas caleg Gerindra dari Dapil Jatim I, yang telah memastikan langkahnya ke Senayan ini.
Laporan: Ranny Supusepa