KedaiPena.com – Rencana Initial Public Offering (IPO) Pertamina Hulu Energi (PHE) dinyatakan bertentangan dengan amanat konstitusi yang menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya alam harus lah dikuasai oleh negara dengan tujuannya untuk menyejahterakan masyarakat Indonesia.
Pengamat Energi, Ugan Gandar menyatakan sudah jelas IPO akan berpotensi mengurangi penguasaan negara terhadap kepemilikan atas usaha produksi nasional Hulu migas (minyak dan gas).
“IPO ini bertentangan dengan Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 UUD 45, juga bertentangan dengan UU No.19 tahun 2003 tentang BUMN Pasal 77 huruf (b) dan huruf (c). Seharusnya mengacu kepada pasal-pasal tersebut, PHE tidak di-IPO-kan,” kata Ugan, Kamis (25/5/2023).
Ia mengungkapkan IPO seharusnya menjadi pilihan terakhir untuk pengembangan Hulu migas Pertamina ini, apalgi saat ini pendapatkan PHE (Pertamina Hulu Energy) sangat tinggi.
“Kalau memang sangat diperlukan dana oleh PHE untuk pengembangan usaha, seharusnya PHE dapat menggunakan pinjaman dari sindikasi bank dengan bunga yang rendah. Karena PHE memilik Potensi untuk membayar angsuran. Seperti yang ditawarkan kepada PGE, interest ratenya sangat rendah. Tapi keukeuh di-IPO-kan,” ujarnya.
Ugan juga menilai, Menteri BUMN Erick Thohir terkesan sangat mendorong proses IPO untuk PHE.
“Ada apa ini? Alasan apa yang mendorong dia ngotot meng-IPO-kan PHE? Keinginan stakesholder yang mana? Yang harus kita jaga adalah kedaulatan energi dan masa depan anak cucu kita. Bukan kondisi saat ini,” ujarnya lagi.
Ia meminta publik untuk mencermati apa yang telah terjadi pada Indosat dan Garuda.
“Sudah jelas, IPO akan menyebabkan kedaulatan energi terganggu karena kepemilikan negara dalam usaha hulu migas menurun. Apalagi investornya asing atau aseng, potensinya sangat besar karena mereka yang punya duit. Ini yang membuat kami sakit karena sudah berjuang berdarah darah merebutnya, sekarang mereka akan jual,” kata Ugan dengan tegas.
Mantan Ketua Forum Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) ini menyatakan perjuangan mereka dahulu untuk mengembalikan pengelolaan energi kepada pemerintah Indonesia adalah semata-mata untuk negara dan kemakmuran rakyat, bukan untuk kepentingan kelompok.
“Kalau ketahanan energi, yang penting energi itu ada, mau punya kita atau bukan tidak masalah. Sekalipun impor 100 persen tidak ada masalah, kalau mampu. Tapi kedaulatan didasari atas kepemilikan bukan yang penting ada,” pungkasnya tegas.
Laporan: Ranny Supusepa