KedaiPena.com – Menanggapi rencana pemerintah yang akan mengintegrasikan tujuh badan usaha milik negara ( BUMN ) di sektor konstruksi atau BUMN karya dalam tiga kluster perusahaan, Pengamat BUMN, Herry Gunawan menyatakan pemerintah perlu memperhatikan kepentingan investor publik, kreditor, maupun negara sebagai pemegang saham.
Sebagai contoh, rencana pembentukan kluster integrasi Adhi Karya, Brantas Abipraya dan Nindya Karya, harus dipertimbangkan secara cermat penetapan perusahaan sebagai nakhoda integrasi.
“Siapa yang kenal dengan Abipraya dan Nindya? Tapi dengan ADHI orang sudah kenal, dan sudah tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia,” kata Herry, Minggu (23/6/2024).
Ia juga membandingkan ketiga perusahaan tersebut. Seperti, secara laporan keuangan ADHI dan Abipraya, aset Abipraya sekitar Rp8 triliun, sedangkan ADHI sekitar Rp40 triliun.
Atu dari sisi nilai proyek yang dikerjakan, ADHI menangani proyek dengan nilai yang jauh lebih besar. Selanjutnya dari sisi sektor proyek yang dikerjakan, ADHI jauh lebih beragam. Jadi menurutnya pengalaman dan pemahaman ADHI itu jauh lebih besar ketimbang Abipraya.
ADHI, lanjutnya, biasa menangani masalah yang lebih kompleks dan jauh lebih tahan banting ketika dihadapkan dengan masalah. Sebaliknya, Abipraya karena mengerjakan proyek yang ukurannya kecil maka risikonya juga kecil- kecil.
”Kalau dianalogikan yang satu ngurusin pembuatan sepeda, yang satu lagi udah ngurusin mobil. Nah, kalau saya jadi investor atau shareholder yang punya duit, kira-kira nih, saya mau taruh di yang ngurusin sepeda atau mobil?” ujarnya.
Selain itu, ADHI sebagai perusahaan yang tercatat di bursa terbiasa dengan laporan tahunan yang cukup kompleks. Hal ini mengacu pada aturan OJK yang mengutamakan keterbukaan dan tata kelola (GCG). Sedangkan Abipraya ketika membuat laporan tahunan, cukup mengacu satu indikator, yaitu Kementerian BUMN.
Sebagai perusahaan publik sejak tahun 2021 ADHI sudah diwajibkan oleh OJK sebagai otoritas dan regulator di bidang keuangan, untuk membuat laporan yang disebut dengan keuangan yang berkelanjutan atau sustainability report sebagai standar dari ESG. Sebuah standar yang sudah menjadi perhatian pemerintah maupun dunia.
Integrasi BUMN karya telah masuk dalam peta jalan BUMN 2024-2034. Kementerian BUMN dipastikan bertanggung jawab atas rencana tersebut dan tidak akan terputus setelah pemerintahan berganti, sehingga pada dasarnya tenggat waktu menjadi tidak relevan.
”Kita ambil contoh kembali dari kluster ADHI, ketika digabungkan size-nya akan menjadi sekitar Rp60 triliun. Kita ibaratkan sebagai sebuah restoran ternama. Tapi mohon maaf ya, yang memimpin tiba-tiba karena integrasinya dipaksakan selesai segera, yang tadinya megang warteg di Mampang. Gimana investor bisa percaya taruh modal di situ,” pungkasnya.
Adapun skema integrasi yang direncanakan pemerintah adalah mencakup penggabungan PT Adhi Karya (Persero) Tbk dengan PT Brantas Abipraya (Persero) dan PT Nindya Karya (Persero). Ketiga perusahaan akan bergabung dengan fokus pada proyek pembangunan air, rel kereta api, dan sejumlah konteks lain.
Selanjutnya integrasi antara PT Hutama Karya (Persero) dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Integrasi keduanya diekspektasikan dapat meningkatkan fokus perseroan terhadap proyek pembangunan jalan tol, jalan non-tol, dan bangunan kelembagaan.
Sementara skema ketiga, integrasi antara PT PP (Persero) Tbk dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Integrasi ini akan berfokus untuk menggarap pelabuhan laut, bandar udara, rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (EPC), dan bangunan hunian (residensial).
Laporan: Ranny Supusepa