KedaiPena.com – Untuk memastikan percepatan transisi energi dan kesiapan Indonesia menuju Kementerian energi ramah lingkungan, dinyatakan pemerintah dan DPR seharusnya dapat menyelesaikan RUU EBT dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan atau RUU EBT harus segera diselesaikan sehingga tidak berlarut-larut.
“Banyak kerja sama pendanaan transisi energi di tingkat internasional yang membutuhkan payung hukum setara UU. Aturan berbasis Peraturan Presiden (Perpres) ataupun regulasi lain di tingkat kementerian tidak akan cukup kuat,” kata Bhima, Minggu (29/10/2023).
Idealnya, ia menuturkan, UU soal dorongan transisi energi ke energi terbarukan menjadi payung hukum tertinggi dalam pembahasan transisi energi.
“Di Afrika Selatan misalnya, JETP (Just Energy Transition Partnership) memiliki UU sendiri,” ungkapnya.
Bhima juga mengatakan, untuk mempercepat bauran energi terbarukan, selama ini banyak regulasi teknis tumpang tindih. Mulai dari soal insentif hingga kejelasan tarif.
“Karena itu, hadirnya UU tentang EBT bisa memangkas hambatan-hambatan tersebut. Birokrasi soal transisi energi juga bisa lebih mudah,” ungkapnya lagi.
Ia berharap pemerintah dan DPR dapat segera mencari titik temu atas poin-poin yang belum mencapai kesepakatan, di antaranya pembahasan soal nuklir dan skema power wheeling. Ia berujar, solusi perkara ini kudu segera ditemukan.
“Waktunya tidak banyak. Masalah ketergantungan PLTU batu bara, dampak buruk ke kesehatan dan ekonomi sudah terlalu besar. Karena itu, solusi final mendorong percepatan transisi energi terbarukan jangan tertunda lagi,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa