KedaiPena.com – Pernyataan Goldman Sachs terkait faktor mengkhawatirkan yang bisa merugikan ekonomi global, termasuk lonjakan harga komoditas serta jumlah stimulus moneter dan fiskal yang belum pernah terjadi sebelumnya, mendorong opini akan terjadi resesi global dalam waktu dekat.
Tapi opini ini ditolak oleh Pengamat Center of Reform Economic (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, yang menyatakan keoptimasannya bahwa ekonomi global tak akan mengalami resesi.
“Perlambatan bisa terjadi tetapi tidak sampai resesi, yang artinya tumbuh negatif selama dua triwulan berturut-turut. Argumentasi resesi lebih didasarkan asumsi bahwa kenaikan inflasi akan menyebabkan kenaikan suku bunga yang kemudian menahan pertumbuhan ekonomi dan menurunkan harga komoditas,” kata Piter saat dihubungi, Rabu (8/7/2022).
Kenaikan suku bunga, lanjutnya, adalah keniscayaan di tengah kondisi melonjaknya inflasi.
“Untuk mengendalikan inflasi, bank sentral mengurangi likuiditas yang pada periode pandemi begitu berlimpah,” ucapnya.
Piter menyebutkan fenomena kenaikan suku bunga ini tidak hanya terjadi di Amerika Serikat, tetapi juga di banyak negara.
“Termasuk bank sentral Australia yang terakhir menaikkan suku bunga sebesar 50 bps. Kenaikan suku bunga dan pengetatan likuiditas mengantisipasi inflasi ini akan berdampak terhadap permintaan global dan juga mempengaruhi aliran modal asing. Ini yang dianggap ancaman,” ucapnya lagi.
Kenaikan suku bunga di AS dan global bisa menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi AS yang kemudian berujung turunnya harga komoditas di pasar global.
“Tetapi menurut saya tidak akan sampai negatif apalagi resesi,” kata Piter tegas.
Penurunan ekonomi global dan juga turunnya harga komoditas diperkirakan akan menurunkan ekspor Indonesia.
“Booming komoditas di indonesia bisa berakhir cepat. Surplus neraca perdagangan yang kita nikmati sekarang akan juga berakhir. Disisi lain kenaikan suku bunga the fed dan juga suku bunga acuan bank sental lainnya akan menurunkan aliran modal asing ke indonesia,” paparnya.
Meskipun argumentasinya cukup kuat, Piter menyatakan sebenarnya ancaman ke Indonesia tidak sebesar yang disampaikan oleh Ibu SMI.
“Pertama indonesia tidak sangat bergantung kepada ekspor. Penurunan ekonomi global yang berdampak ke harga komoditas memang akan menurunkan ekspor indonesia. Tetapi sekali lagi kita tidak bergantung kepada ekspor. Selama periode 2014-2019 harga komoditas sangat rendah, neraca perdagangan kita sering defisit, tetapi ekonomi kita masih bisa stabil tumbuh 5 persen,” paparnya lagi.
Piter menegaskan perekonomian Indonesia terkontraksi saat adanya pandemi. Kalau pandemi mereda, aktivitas ekonomi normal, walaupun harga komoditas turun, perekonomian Indonesia tetap akan tumbuh positif dikisaran 4 sd 5 persen. Karena perekonomian Indonesia lebih didorong oleh konsumsi dan investasi.
“Untuk menghadapi ancaman resesi global menurut saya, langkah yang perlu diambil oleh pemerintah adalah kembali fokus kepada permintaan dalam negeri. Pastikan pandemi berakhir dan kemudian menjaga permintaan dalam negeri,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa