KedaiPena.Com – Pada saat DR. Rizal Ramli menjadi Menko Ekuin 2000-2001, ia baru mengetahui bahwa hampir semua (27) Kontrak-Kontrak Pembelian Listrik Swasta (PPA) sebelumnya, ternyata KKN. Kontrak itu di-‘mark up’ sampai $7-12 sen per KW. Padahal di seluruh dunia hanya $3 sen.
“Konco-konco yang berkuasa sebelumnya mendapat saham kosong yang ditukar dengan tarif yang sangat mahal, yang merugikan rakyat Indonesia,” kata Rizal kepada KedaiPena.Com, Selasa (7/8/2019).
Beban PLN naik besar sekali, menjadi $85M, PLN nyaris bangkrut. Pemerintahan Habibie, via Dirut PLN Satria ajukan salah satu kontraktor PPP ke pengadilan abitrase di luar negeri. Ternyata kalah telak.
Menurut Stiglitz,
memang dalam berbagai kasus arbitrase, negara berkembang 99,9% kalah. Itulah mengapa pemenang Nobel itu, Prof. Joseph Stiglitz menemui Rizal Ramli (RR) sebelum menemui Presiden SBY untuk membujuk agar Indonesia tidak memasukkan klausal tentang arbitrase dalam RUU Investasi. Sayang, tidak di-‘follow up’.
Memahami itu, RR tidak mau menggunakan jalur arbitrase, tetapi mengundang kawannya, redaktur Wall Street Journal, koran bisnis paling berpengaruh di dunia. Untuk menjelaskan KKN perusahaan-perusahaan multi nasional, yang sok-sok promosi ‘good corporate governance’, tetapi pat-gulipat dengan kroni-kroni kekuasaan di Indonesia.
“Patgulipat itu dimuat di ‘front pages’ WSJ selama tiga hari ber-turut. Akibatnya, takut nama dan saham perusahaannya jatuh, puluhan bos-bos perusahaan asing yang punya kontrak dengan PLN terbang ke Jakarta, ingin melakukan renegosiasi,” cerita Rizal.
Hasilnya luar biasa, beban utang PLN akhirnya berhasil dikurangi $50M, dari $85M menjadi hanya $35M. Belum pernah terjadi dalam sejarah Indonesia, pengurangan utang sebesar itu.
“Kuncinya, cara-cara ‘out-of-the-box’ Rizal Ramli akhirnya menguntungkan rakyat Indonesia,” tegasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi