KedaiPena.Com – Pada suatu kesempatan, di kantor Yayasan Lingkungan Hidup (YALI) Papua, Freeport pernah menjawab sebuah pertanyaan, bahwa siapa yang bertanggung jawab atas sejumlah pelanggaran HAM dan pencemaran lingkungan yang terjadi di area konsesi.
PT. Freeport merespon pertanyaan itu, melalui seorang expert, bahwa soal pelanggaran HAM dan pencemaran lingkungan, bukan urusan mereka, itu urusan pemerintah Indonesia.
Kedatangan pertemuan antara PT. Freeport dan YALI Papua sebagai akibat dari publikasi hasil studi YALI Papua yang menunjukan adanya unsur logam berat berbahaya di dalam pangan lokal (tambelo) masyarakat Kamoro, yang terdampak limbah tailing.
“Apakah isi kontrak karya memuat pertanggungjawaban masalah hukum, HAM dan lingkungan adalah merupakan tanggung jawab Pemerintah Indonesia dan/atau PT Freeport?,” tanya aktivis Foker LSM Papua, Decky Rumaropen dalam keterangan yang diterima KedaiPena.Com, ditulis Minggu (26/2).
Ia menambahkan, tahun 2016, Walhi Papua melakukan monitoring di wilayah pesisir suku Kamoro, Kampung Pasir Hitam. Hasil dialog dengan masyarakat setempat menunjukan adanya permasalahan tentang akses pemenuhan hidup sehari-hari.
“Seperti yang dijelaskan masyarakat bahwa sebelum Freeport ada di sini (melakukan operasi tambang), aktifitas masyarakat, tidak mengalami gangguan. Hasil tangkapan ikan yang dulunya selesai mencari, bisa tinggal beberapa saat sebelum dibawa ke pasar,” jelas dia.
“Saat ini setelah mencari atau menangkap, jika tidak segera memasukkan es batu (pendingin), ikan-ikan tersebut akan membusuk;
perairan yang dulunya dilalui untuk pergi ke pasar menjual (memasarkan), hasil tangkapan, tanpa ada masalah, saat ini mengalami kesulitan untuk menyebrang karena wilayah tersebut telah dangkal,” sambungnya.
Pendangkalan ini terjadi sebagai akibat dari limbah tailing. Sehingga apabila air pasang surut, maka kami akan menunggu air kembali naik, untuk membantu kami menyeberang. Untuk menunggu air naik kembali, kami harus menunggu dari pagi hingga siang hari. Dengan kondisi seperti ini beberapa ikan sudah tidak layak dijual (membusuk).
Cerita duka yang disampaikan oleh masyarakat seperti yang telah disebutkan diatas, merupakan fakta bahwa Pemerintah Indonesia dan PT. Freeport secara bersama-sama melakukan pengrusakan terhadap akses dan sumber penghidupan yang dihidupi masyarakat secara turun-temurun sejak operasi penambangan.
Laporan: Muhammad Hafidh