KedaiPena.Com – LBH Tridharma Indonesia (TI) melakukan pertemuan dengan Kementerian Ketenagakerjaan untuk membahas kasus Heriyanto, seorang pelaku mogok makan yang meminta hak-haknya ketika bekerja di PT Bumi Hutani Lestari (BHL).
Yudi Rijali Muslim, perwakilan dari LBH TI mengatakan, Kemenaker melaporkan sudah bertemu dengan BHL dan mengakui bahwa Heriyanto pernah bekerja di perusahaan tersebut.
“Kami melakukan pertemuan dengan pengawas Kemenaker, yang menangani permasalahan hukum yang dialami oleh klien kami. Berdasarkan hasil pertemuan tersebut, pihak Kemenaker telah berkomunikasi dan menggelar pertemuan dengan pihak perusahaan BHL pada hari Selasa tanggal 9 Agustus 2022,” papar Yudi kepada Kedai Pena di Jakarta, Selasa (16/8/2022).
Hasil dari pertemuan tersebut, imbuh Yudi, pihak perusahaan menyatakan bahwa benar Heriyanto mulai bekerja di PT BHL dengan status karyawan tetap sejak tanggal 5 Februari 2009.
Bahwa tugas yang dilakukan oleh Heriyanto adalah mengawasi alat, mengarahkan titik pekerjaan untuk pengerukan dan konstruksi, serta mengawasi kegiatan perkebunan.
Yudi melanjutkan, informasi selanjutnya adalah, bahwa benar kecelakaan yang dialami oleh Heriyanto terjadi pada hari Minggu, 1 Februari 2015. Di mana pada saat kejadian, Heriyanto bekerja untuk mengawasi pekerjaan yang dilakukan.
“PT BHL mengakui tidak melaporkan kecelakaan tersebut, baik ke Dinas Tenaga Kerja maupun kepada BPJS Ketenagakerjaan sehingga haknya berupa manfaat jaminan kecelakaan kerja berupa santunan kecamatan belum dibayarkan kepada saudara Heriyanto,” papar Yudi.
Pihak perusahaan, Yudi menambahkan, akan menyerahkan data-data ketenagakerjaan pada tanggal 15 Agustus 2022. Data tersebut berupa SK pengangkatan atas nama Heriyanto, Kontrak Kerja sama antara PT BHL dengan PT SMS, Slip Gaji Atas Nama Heriyanto dan data penunjang lainnya.
Untuk diketahui, Heri mengatakan sebelumnya, sempat mengalami kecelakaan kerja. Hal ini terjadi pada 2007 ketika dia bekerja di PT BHL, Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah.
Heri menyebutkan sudah bekerja sekitar 4 tahun sebagai pengairan untuk orang chemis atau semprot lahan mematikan rumput lalu dialihkan ke bagian pengawasan alat berat.
Pada 2 Januari 2015, Heri mengaku diminta lembur mengawasi alat berat yang melakukan perbaikan kebun dan jalan.
Pada saat tengah melakukan pengecekan, Heri mengalami kecelakaan kerja dan terjepit alat berat. Hal ini membuatnya mengalami tulang remuk dan retak pada punggung.
“Pada saat saya sedang mengecek pancang jembatan, saya kesengol dan kejepit burit alat berat ekskavator yang sedang memutar. Atas kecelakaan kerja tersebut, saya dibawa ke klinik dan kemudian saya dirujuk ke RS Doris Silvanus Palangkaraya. Akibat dari kecelakaan tersebut, saya mengalami tulang remuk dan retak pada punggung yang kemudian saat ini saya mengalami cacat permanen,” tuturnya.
Laporan: Muhammad Lutfi