TIDAK dapat dipungkiri akan letak strategis Indonesia sebagai wilayah dan Negara baik sebagai kawasan regional maupun global.
Perlahan dan faktual, ancaman yang menyertai posisi Indonesia semakin nyata dengan kinerja terstruktur, sistematik dan zigzag.
Sehingga permasalahan bangsa yang terjadi terlihat sangat alamiah akibat dampak dari perkembangan jaman atau kehendak perubahan menuju globalisasi.
Keberhasilan penggerusan budaya gotong royong telah mencapai keberhasilan sempurna pada pelemahan etika dan moral.
Etika dan moral berhasil disudutkan pada pilihan menolak atau menerima perkembangan jaman dengan menghadapi pilihan tergerus oleh pertumbuhan sosial, kemiskinan, kesederhanaan sebagai identitas diri.
Status sosial sebagai identitas telah berhasil menjauhkan cara berfikir kita sebagai bangsa Negara yang merdeka dan berdaulat.
Sehingga identitas ideologi Negara sebagai jiwa bangsa hanya sebagai pelengkap dalam menurunkan aturan-aturan pengelolaan SDA dan pengembangan SDM dalam capaian cita-cita nasional.
Perang Strategi AS vs RRC, Perang Modern, Perang Asimetris, Invisible Hand dan Proxy War merupakan pandangan-pandangan strategis, akademik dan ilmiah dalam menganatomi kondisi Indonesia hari ini yang telah pada titik kesimpulan sama yaitu perang dilakukan terhadap Indonesia tidak dengan cara konvensional melainkan dengan cara inkonvensional.
“Keberhasilan†pengaburan ideologi Pancasila di negara hukum menjadi akar terhadap ketidakmampuan pancasila dalam implementasi sistem mewujudkan cita-cita nasional yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Dikotomi Pancasila sebagai idiologi terhadap hukum meletakkan Pancasila menjadi abstrak.
Hukum tanpa identitas ideologi Negara telah menyandera dan membenarkan seluruh aktivitas kinerja penyelenggara Negara yang telah sesuai dalam atarun perundang-undangan.
Demokrasi liberal membuat ketidakmampuan pemimpin-pemimpin bangsa yang berada dalam triaspolitika sebagai sistim politik dan hokum tata negara Indonesia bertanggungjawab mewujudkan cita-cita nasional.
73 tahun Indonesia merdeka telah menempatkan secara subjektif, objektif sebagai wilayah kawasan regional dan global sebagai pusaran dunia.
Pergeseran geopolitik di kawasan samudra hindia serta samudra pasifik memposisikan Indonesia sebagai “buffer†dunia bagi keselamatan benua Asia, Afrika dan Eropa.
Faktor perang dagang yang terkembang pasca perang dingin menempatkan kondisi ini tidak lagi menjadi teori yaitu ancaman nasionalisme etnis untuk kedaulatan dan kemerdekaan.
Tiga wilayah provinsi otonom yaitu provinsi otonom sebelah barat, sebelah selatan dan sebelah utara di RRC tidaklah menjadi rahasia umum sebagai wilayah proxy begitu pula provinsi Timur-Manchuria dan Taiwan.
Di lain pihak kebangkitan nasionalisme di AS dengan munculnya kembali Klu Klux Klan (KKC) adalah indikator nyata sebagai variabel kondisi Amerika hari ini.
Keadaan ini tidaklah menjadi rahasia yang telah menggiring perubahan geopolitik dunia dalam perang dagang hari ini. Dominasi situasi pada Samudra Hindia dan Samudra Pasifik menimbulkan kekawatiran perdamaian dunia sehingga Indonesia sangatlah penting bagi stabilitas benua Asia, Afrika dan Eropa pondasi ini telah diletakkan dengan Bandung-Indonesia sebagai Ibu Kota KAA.
Bila hal ini adalah faktual dalam pengaburan situasi politik dalam negeri menuju 2019 yang konstitusional itu menjadikan Indonesia sebagai ‘buffer’ kawasan dengan sistem yang liberal.
Akan kah ini juga menjadi jaminan keamanan bagi wahai “tuan-tuan Asia, Afrika dan Eropa†terhadap pertumbuhan situasi ke depan.
Bila iya, apakah dengan cara itu kami sebagai bangsa Negara merdeka berdaulat tapi tidak mampu mewujudkan cita-cita nasional akibat system liberal ini.
Maka jawabannya kami akan melawan.
Kami nyatakan Pancasila sebagai hierarki tertinggi hukum di Indonesia adalah jalan tengah menuju perdamaian dunia dan jalan nyata bagi Indonesia mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang tertuang pada preambule UUD 45.
Kami punya hak sebagai bangsa yang merdeka berdaulat untuk mewujudkan cita-cita nasional.
Oleh Presidium Konsolidasi Mahasiswa Nasional Indonesia Jakarta, Surya Hakim