PEMERINTAH Indonesia pada era 2006-2010, di bawah Menteri Keuangan Sri Mulyani, telah melakukan kebijakan yang merugikan keuangan Negara.
Sebagai pejabat yang paling berwenang untuk menerbitkan surat utang (bond) atas nama Republik Indonesia, Sri Mulyani telah memasang bunga imbal hasil (yield) ketinggian bila dibandingkan dengan bond yang diterbitkan negara sekawasan yang rating investasi atau resiko ekonominya mirip yakni Vietnam dan Filipina.
Yield yang dimaksud di sini adalah rata-rata yield dari bond bertenor 10 tahun yang diterbitkan sepanjang tahun 2006 hingga2010.
Di bawah ini adalah tabel yang menjelaskan perbandingan tersebut. Dengan Filipina yang rating-nya relatif sama, bond Indonesia memiliki selisih yield lebih tinggi 3,28%. Sedangkan dengan Vietnam yang ratingnya relatif lebih di bawah, bond Indonesia masih memiliki selisih yield lebih tinggi 2,87%.
Di sini kami hanya menghitung kerugian pada 30 fixed coupon bond yang diterbitkan Kementerian Keuangan RepublikIndonesia selama Sri Mulyani menjabat, yang terbagi menjadi 23 coupon bermata uang rupiah dan 7 bond bermata uang dolar AS. Nilai keseluruhan dari 30 bond yang diterbitkan ini adalah sebesar Rp 259,9 triliun dan USD 12 miliar.
Kerugian dihitung dengan mengalikan selisih rata-rata yield Vietnam (2,87%) dan Filipina (3,28%) dengan nilai outstanding bond dan dikalikan dengan tenor. Diperoleh, kerugian Indonesia bila dibandingkan dengan Vietnam adalah sebesar Rp 116,4triliun dan USD 6,24 miliar.
Sedangkan, bila dibandingkan dengan Filipina kerugian kita adalah sebesar Rp 137,2 triliun dan USD 7,36 miliar.
Bila menganggap Vietnam sebagai batas bawah dan Filipina sebagai batas atas, maka titik tengahnya kira-kira di Rp 121 triliun dan USD 6,7 miliar.
Untuk menunjukkan betapa ketinggiannya yield yang dipasang Sri Mulyani, adalah dengan membandingkan dengan masa Menteri Keuangan yang menggantikannya: Agus Martowardoyo (2010-2013).
Pada era Agus Martowardoyo, rata-rata yield (10 year bond)selama tiga tahun menjabat hanya sebesar 7%, lebih murah 40% dari rata-rata yield masa Sri Mulyani 2006-2010.
Kebijakan Agus Marto kami pandang rasional, karena pada periode yang sama (2010-2013), rata-rata yield di Vietnam sebesar 11% dan Filipina sebesar 5,4%. Untuk dapat melihat tren perbandingan ketiga negara, dapat dilihat pada grafik berikut:
Oleh Gede Sandra, Peneliti Lingkar Studi Perjuangan (LSP)