KedaiPena.com – Tak bisa dihindari, kepentingan politik lebih menguasai dalam penunjukan para menteri, yang notabene merupakan kepanjangan tangan presiden dalam menjalankan roda pemerintahan. Walaupun, penunjukan para pejabat publik seyogianya dilatarbelakangi oleh kompetensi individu penerima amanah ini.
Pengamat Politik Ujang Komarudin menyebutkan reshuffle kabinet yang baru saja dilakukan oleh Presiden Joko Widodo merupakan gabungan antara evaluasi kinerja menteri dan akomodasi politik.
“Akomodasi politiknya, ya memasukkan PAN atas koalisi bikinan Jokowi dan memasukkan Hadi Tjahjanto atas dukungannya pada Jokowi atas pengamanan pilpres 2019. Ya wajarlah, jika ada ganjaran politik atas kontribusi seseorang. Evaluasinya, ya orang-orang tersebut menggantikan menteri-menteri yang dianggap tidak menunjukkan kinerja yang bagus,” kata Ujang saat dihubungi, Kamis (16/6/2022).
Ia menyatakan penilaian atas kinerja para menteri baru ini dapat dilakukan dalam 100 hari ke depan.
“Kita lihat dulu. Kalau bisa menunjukan kerja dengan baik, kita berikan apresiasi. Kalau kinerjanya buruk, ya kita kritik sama-sama,” ucapnya.
Ujang mengakui bahwa konsekuensi dari suatu demokrasi adalah kabinet bernuansa politis, yang penunjukkannya berdasarkan kontribusi politik.
“Karena ini hak presiden ya kita tidak bisa berbuat apa-apa. Kita tunggu saja kinerja yang akan ditunjukkan oleh para menteri dan wamen baru ini,” ucapnya lagi.
Kompetensi, lanjutnya, memang menjadi pertimbangan kedua setelah kontribusi politik. Sehingga seringkali, penempatan para utusan partai ini tidak sesuai dengan kompetensi mereka.
“Saya melihatnya, pertimbangan politik menjadi yang utama. Buktinya, banyak menteri yang tidak menunjukkan kinerja baik, tidak di-reshuffle. Seharusnya untuk pejabat ada kriteria kemampuan, profesionalitas, kapabilitas, dan integritas. Tapi semuanya jadi bias dalam dunia politik,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa