KedaiPena.com – Perubahan iklim adalah problem yang dihadapi bersama oleh semua negara yang ada di bumi, sehingga sudah sepantasnya disusun suatu kerjasama dari seluruh negara untuk menjaga bumi agar tetap lestari, sehingga sumberdaya di Bumi tetap dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Kerjasama tersebut bukan hanya dalam upaya menjaga kelestarian wilayah daratan tapi juga memastikan kelestarian wilayah laut, wilayah pesisir dan atmosfer sebagai bagian langkah mitigasi dan adaptasi. Karena setiap bagian memiliki keterkaitan dalam siklus iklim.
Peneliti Ahli Utama Bidang Oseanografi Terapan dan Manajemen Pesisir, Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Widodo Setiyo Pranowo menyebutkan Indonesia telah memberikan contoh dalam berkontribusi menjaga kelestarian bumi dengan upaya adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
“Sehingga, di dalam CSWG G20, adalah sangat wajar, Indonesia mengajak seluruh dunia untuk bekerjasama saling mendukung untuk pulih bersama, untuk tumbuh lebih kuat, dan berkelanjutan, dengan melaksanakan aktivitas ekonomi rendah karbon,” kata Widodo, ditulis Selasa (6/9/2022).
Namun, ia menyatakan tidak mengetahui apakah dalam CSWG G20 ini dibahas juga tentang pentingnya kerjasama dalam upaya pemantauan atau observasi terhadap interaksi laut dan atmosfer.
“Pemantauan ini penting untuk kepentingan peringatan dini dari perubahan cuaca yang ekstrim yang sifatnya lintas batas negara. Terutama bagi negara-negara maju yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi satelit cuaca untuk membantu negara-negara yang masih berkembang dan rentan terhadap bencana cuaca ekstrim,” ujarnya.
Ia menjelaskan cuaca ekstrim bisa menimbulkan bencana alam hidrometerorologi seperti siklon tropis, tinggi gelombang laut esktrim, puting beliung, tornado, curah hujan ekstrim, banjir, tanah longsor dan lain sebagainya.
“Bencana tersebut bisa menyebabkan kerugian nyawa manusia, kerugian infrastruktur, yang berujung kepada kerugian ekonomi,” ujarnya lagi.
Widodo menyampaikan Indonesia tentunya memiliki peran penting dalam kerjasama ini. Mengingat, Indonesia sebagai negara kepulauan yang besar, disebut sebagai Benua Maritim Indonesia (BMI) karena luas total wilayah laut dan daratnya memang tidak kalah dari luas wilayah negara Rusia, negara China, negara Amerika Serikat, bahkan hampir sebanding dengan gabungan 11 negara di Benua Eropa, yaitu Inggris, Jerman, Belgia, Prancis, Liechtenstein, Luxemburg, Monaco, Belanda, Inggris, Irlandia dan Swiss. Luas wilayah Indonesia yang berada di Pulau Kalimantan adalah lebih luas daripada negara Spanyol, bahkan lebih luas dari negara Thailand, bahkan juga hampir 2 kali lipat luasnya dari Inggris raya.
Menurut riset para ahli kehutanan dan ahli geospasial, hutan di Kalimantan dengan luasnya yang lebih dari 40 hektar merupakan bagian dari paru-paru bumi. Dan di Indonesia, hutan juga ada di pulau-pulau besar lainnya seperti di Sumatera, Sulawesi dan Papua.
“Upaya Indonesia untuk menjaga kelestarian hutannya di Sumatera dan Kalimantan agar tetap lestari, sangatlah penting. Karena apabila terjadi kerusakan hutan-hutan yang sebagian besar tumbuh di lahan gambut, maka akan terjadi probabilitas pelepasan (emisi) karbon. Karbon tersebut dilepaskan dari tumbuhan hutan yang rusak ke atmosfer, sedangkan karbon di tanah gambut yang rusak atau terbongkar akan tererosi lalu tergelontor oleh hujan ke sungai kemudian terbawa hingga ke muara,” paparnya.
Apabila akumulasi kandungan karbon terlarut di kolom air laut muara terjadi secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama, lanjut Widodo, maka kemungkinan bisa menyebabkan peningkatan asam di air laut atau dikenal sebagai ocean acidification.
“Akibat yang bisa ditimbulkan oleh pengasaman laut ini adalah memperlambat atau bahkan menghambat pembentukan kalsium karbonat pada organisma atau biota laut,” paparnya lagi.
Seperti contohnya, memperlambat atau menghambat pembentukan cangkang keras atau kulit keras pada biota kekerangan, dan juga pada terumbu karang. Sementara, terumbu karang adalah salah satu tempat asuhan (nursery ground) bagi biota dan ikan ekonomis.
“Sehingga dengan menjaga kelestarian hutan di Indonesia, maka sumber oksigen dan sumber pangan dari laut akan ikut terselamatkan,” kata Widodo tegas.
Indonesia yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di bumi dan sebagian wilayah pantainya tersebut memiliki ekosistem pesisir yang berfungsi sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Ekosistem tersebut adalah mangrove dan lamun (seagrass). Kedua ekosistem ini juga sumber penghidupan masyarakat pesisir di Indonesia, dan juga berfungsi sebagai ‘nursery ground’ serta penghasil produktivitas primer yang menjamin laut menjadi subur. Laut yang subur, ditandai dengan tumbuh melimpahnya fitoplankton yang menjadi makanan bagi zooplankton. Kedua jenis plankton tersebut ketika melimpah akan menjadi atraktor dari ikan kecil yang menjadi mangsa dari ikan-ikan yang ukurannya lebih besar.
“Artinya, bila kelestarian ekosistem mangrove dan lamun bisa dijaga dengan baik, maka akan mengurangi emisi karbon dan ketersediaan bahan pangan dari laut juga terjamin,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa