KedaiPena.com – Pentingnya menyelesaikan setiap isu dalam pembahasan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) adalah karena KUHP memiliki keeratan hubungan dengan demokrasi. Keberadaan hukum pidana akan mampu memasung makna kebebasan publik dan demokrasi.
Peneliti Center of Strategic and International Studies (CSIS) Nicky Fahrizal menyebutkan perubahan hukum pidana mengusung misi untuk selaras dengan UUD yang sudah diamandemen.
“Masalahnya, secara situasional tidak seperti itu. Masih ada masalah di bidang kebebasan sipil. Jika RKHUP tidak bisa menyelaraskan, maka akan terjadi pembusukan dalam demokrasi. Karena Hukum Pidana mampu memangkas pilar-pilar demokrasi,” kata Nicky dalam media briefing CSIS, Kamis (7/7/2022).
Walaupun pemerintah dan DPR sudah menanggapi 14 isu yang mengundang kontroversi tapi ternyata masih banyak meninggalkan hal yang belum terbuka.
“Terkait demokrasi, ada tiga bab yang menjadi harus menjadi fokus publik. Bab tindak pidana pada martabat presiden dan wakil presiden, bab tindak pidana pada ketertiban umum dan bab tindak pidana pada kekuasaan umum dan lembaga negara,” ucapnya.
Kekhawatirannya adalah tafsir pada teks hukum, yang nantinya akan mencampurkan konteks kritik dengan penghinaan.
“Ini PR-nya. Bagaimana membedakan penafsiran teks. Bagaimana melihat pasal dan bab penghinaan ini,” ucapnya lagi.
Sama halnya juga untuk dua bab lainnya, dimana kritik atas kebijakan pemerintah maupun pejabat publik bisa ditafsirkan sebagai penghinaan.
“Ini akan merujuk pada problem berikutnya, yaitu daya jangkau pemahaman dan nalar dari penegak hukum untuk membedakan kritik dengan penghinaan atau pencemaran. Sehingga yang perlu ditekankan adalah penerapan normanya bukan konstitusionalitas norma,” kata Nicky.
Dan, Nicky menegaskan seharusnya apa yang terjadi pada UU Cipta Kerja menjadi lesson learned pada pembentuk undang-undang, khususnya RKUHP.
“Karena pengalaman pahit kan itu. Produk undang-undang dinyatakan inkonstitusional. Disini pentingnya partisipasi bermakna, yang saat ini menjadi concern publik,” ujarnya.
Termasuk di dalamnya adalah akses publik, dimana publik membutuhkan kepastian dan menilai bahwa draft RKUHP tersebut sesuai dengan demokrasi konstitusional.
“Dan tren pembahasan undang-undang yang cepat, membunuh partisipasi bermakna. Partisipasi publik akan diabaikan atas nama kecepatan pembahasan,” pungkas Nicky.
Laporan: Ranny Supusepa