KedaiPena.com – Gangguan pada suplai pangan dan distribusi, dinyatakan dapat diatasi dengan meningkatkan pengembangan pertanian domestik secara berkelanjutan. Sehingga, tidak terjadi peningkatan harga Pangan secara drastis yang mengganggu kualitas hidup masyarakat.
Head of Agriculture Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta menjelaskan, pandemi Covid-19 menimbulkan disrupsi rantai pasok yang berdampak pada ketersediaan dan harga pangan.
Berdasarkan data PIHPS di 2020, secara umum terjadi kenaikan harga-harga pada tahun tersebut (yoy), berkisar dari 0,37 persen untuk daging sapi hingga 13,25 persen untuk gula. Sementara, bawang putih mengalami penurunan harga hampir 4 persen yoy.
“Disrupsi ini memaksa pemerintah untuk melonggarkan restriksi pada regulasi perdagangan pangan. Contohnya, Permendag nomor 27/2020 menghapus sementara ketentuan persetujuan impor bawang putih dan bawang bombay. Setelah kebijakan ini dikeluarkan, harga bawang putih turun signifikan sejak April 2020, setelah sebelumnya mengalami kenaikan pada Februari 2020,” kata Alta, Minggu (21/8/2022).
Pelonggaran lainnya adalah Permendag nomor 14/2020 dan Permentan nomor 13/2020 terkait persyaratan ICUMSA untuk impor gula. Penyesuaian regulasi ini menghapus kewajiban SNI untuk gula mentah dan GKP selama pandemi Covid-19, walaupun impor GKP tetap hanya bisa dilakukan BUMN.
“Kebijakan pangan yang cenderung restriktif berdampak pada ketersediaannya dan pada akhirnya, juga berdampak pada harganya. Fluktuasi harga pangan sangat berpengaruh pada pola konsumsi masyarakat,” ucapnya.
Sehingga, lanjutnya, penting bagi pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan domestik. Yang tentunya dalam pelaksanaannya harus menghindari ekspansi lahan secara masif dan kebijakan yang top-down, dan mendukung inisiatif dan komoditas yang dibudidayakan masyarakat lokal.
“Resiliensi sektor pertanian, keberlangsungan lingkungan, dan ketahanan pangan adalah tujuan yang saling terkait. Sistem pertanian dituntut untuk memenuhi kebutuhan pangan yang meningkat dengan meminimalkan dampak lingkungan dan harus lebih tahan terhadap krisis iklim,” ucapnya lagi.
Aditya juga menekankan pemerintah perlu mendorong peningkatan investasi pada pangan berkelanjutan. Karena, tercatat masih rendah perhatian akan investasi di bidang pertanian.
“Menurut studi CIPS, investasi di bidang pertanian hanya berkisar 3-7 persen dari total investasi asing yang masuk selama tahun 2015-2019,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa