KedaiPena.com – Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Hukum Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ismail Rumadan mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat untuk memberi pengakuan resmi terhadap hukum adat dan hak-hak masyarakat adat.
“Kalau mau komitmen terhadap hukum adat, harus dipertegas legalisasi, sehingga menjadi payung,” kata Ismail dalam webinar bertajuk Sharing Knowledge Kegiatan Kompilasi Dokumen Hukum Adat yang dipantau dari Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Ia memandang pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat sebagai langkah penting dalam memperkuat peran hukum adat.
“Pengesahan undang-undang tersebut, merupakan langkah konkret dalam memberikan pengakuan resmi terhadap hukum adat dan hak-hak masyarakat adat,” ucapnya.
Menurut Ismail, kurangnya pengakuan resmi dalam konstitusi atau undang-undang terhadap hukum adat membuat posisi hukum adat menjadi lebih lemah daripada hukum nasional di Indonesia.
“Pengakuan terhadap hukum adat, sering terbatas pada aspek-aspek formalitas-simbolik,” ucapnya lagi.
Dalam banyak kasus, hukum tertulis/positif lebih diutamakan di atas hukum adat, terutama dalam hal perizinan dan penguasaan sumber daya alam yang sering merugikan masyarakat adat. Apalagi, hukum adat juga acapkali berbenturan dengan kebijakan pembangunan nasional.
Ia mencontohkan proyek pangan nasional yang menjadikan nasi sebagai prioritas, padahal masyarakat di Papua lebih menikmati ubi. Penyeragaman secara nasional tersebutlah yang menjadi salah satu tantangan Indonesia untuk mempertahankan hukum adat.
“Hukum adat sering dianggap lebih rendah kedudukannya dibanding hukum positif tadi,” kata Ismail.
Dalam kesempatan terpisah, Badan Legislasi DPR RI menggelar rapat dengar pendapat dengan tiga lembaga, yakni Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Indonesian Parliamentary Center, dan Komisi Nasional Perempuan, untuk mendengarkan masukan dalam menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
RUU Masyarakat Hukum Adat pun menjadi salah satu legislasi yang diusulkan Direktur Advokasi dan Monitoring Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandi untuk menjadi prioritas pada tahun 2025.
Laporan: Ranny Supusepa