KedaiPena.Com – Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PamGakum) Wilayah Sumatera, Halasan Tulus mengungkapkan, penanganan kasus tindak pidana Kehutanan (Tipihut) tumbuhan dan satwa liar (TSL) masih terhambat berbagai persoalan. Diantaranya, faktor hukuman, penegakan hukum, sarana dan prasarana, serta masyarakat.
“Faktor hukumannya itu sendiri yakni UU. No. 5 Tahun 1990 yang merupakan turunan dari PP Â No. 7 tahun 1999 sangat lemah. Sebab, sanksi pidananya maksimal hanya lima tahun, bahkan kemarin ada yang hanya 8 bulan. Kita sebenarnya miris, karena usaha kita untuk menangkap itu mati-matian. Namun untuk peraturan pelaksanaan yang diperintahkan dalam UU juga masih ada yang belum dibuat,” ujar Halasan saat memberikan materi dalam Pelatihan Jurnalistik SIEJ Sumut di Berastagi, Kabupaten Karo, Sabtu (1/4).
Dikatakan, penegakan hukum khususnya di Kementerian LHK masih sangat kurang secara kuantitas. Tak hanya itu, disisi kualitas juga dinilai belum sesuai karena mimim pengetahuan tentang Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE). Soal sarana dan prasarana, lanjut dia juga belum optimal. Dimana pendanaan menjadi persoalan tersendiri.
“PamGakum sendiri dapat dana 2,5 Miliar, tapi itu untuk 10 provinsi. Jadi sekitar 250 juta untuk satu provinsi, itu juga dibagi-bagi lagi untuk Kabupatennya. Tapi karena ini kita tidak jadi pesimis, namun memang ada skala prioritas kita lakukan, misalnya menghadapi cukong yang jadi pengaturnya,” katanya.
Sementara itu, masalah di masyarakat juga tak kalah pelik. Mulai dari gaya hidup, ingin mencari keuntungan besar dan pengetahuan serta kesadaran soal KSDAE yang masih rendah.
Untuk itu, lanjut Halasan, berbagai masalah tersebut dapat segera diatasi. Kordinasi yang tepat antar semua lembaga, pemerintahan, dan aparat penegak hukum, menurut dia menjadi solusi efektif memecahkan persoalan tersebut.
“Mulai dari advokasi, edukasi, pemberian sanksi tegas dan lainnya. Begitu halnya dengan masyatakat itu sendiri,†pungkasnya.
Laporan: Iam