KedaiPena.com – Tambak Udang Ilegal di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Karimunjawa sudah berlangsung sejak tahun 2017 sampai sekarang. Dan mereka belum mengantongi ijin Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) Kabupaten dan Kota untuk mengalokasikan ruang budidaya tambak udang intensif, belum melengkapi Instalasi Pengelolaan Limbah (IPAL) dan belum memiliki kajian daya dukung.
Banyak tambak mengkonversi sepadan pantai dan hutan bakau. Budidaya udang vaname skala intensif dan dampak pembuangan limbahnya langsung ke laut secara kasat mata sudah bisa dilihat dan sudah dirasakan dampaknya oleh masyarakat Karimunjawa.
Terjadi sedimentasi di muara, air berubah warna dan bau, serta kualitasnya menurun yang bisa menyebabkan gatal-gatal. Petani rumput laut juga terkena dampak, terumbu karang tertutup lumpur dan lumut sutra. Biota laut dan pohon bakau mati. Wilayah tangkap nelayan semakin menjauh ke laut dalam. Sehingga dengan adanya usaha tambak udang tersebut secara tidak langsung telah mengexploitasi, memonopoli dan mengintimidasi perekonomian masyarakat Karimunjawa.
Berbagai tahapan proses sosialisasi, edukasi, klarifikasi dan audensi telah dilakukan bersama, Farikha Helidha, ST, MT, Kepala DLH Jepara sekaligus Plt Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Jepara. Bahkan pada 1 November 2022 telah dikeluarkan pernyataan akan menutup tambak udang Ilegal di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Karimunjawa setelah masa pembinaan selama 3 bulan (dedline 2/2/2023).
Namun Pemkab Jepara melalui Kepala DLH Jepara pada hari Senin (13/2/2023) hanya mengeluarkan surat teguran dan memberikan waktu 30 hari lagi kepada para pelaku usaha tambak udang ilegal untuk melengkapi dokumen standar teknis dan membuat IPAL yang secara fungsional mampu mengolah air buangan tambak yang memenuhi ketentuan baku mutu.
Kabid. Adv Pesisir Laut dan Kehutanan Kawali Jawa Tengah, Tri Hutomo menyatakan Pemkab Jepara sangat lamban dalam mengambil kebijakan, bahkan pernyataan Kepala DLH Jepara yang masih membutuhkan bukti empiris, membuktikan bahwa Pemkab Jepara telah melakukan pembiaran dan tidak melakukan pengawasan dengan baik, padahal kegiatan sudah berjalan sejak tahun 2017 sampai sekarang.
“Pertanyaanya kenapa mereka (DLH) tidak melakukan apa yang menjadi kewenangannya? Salah satunya adalah melakukan pengawasan terhadap kualitas dan daya dukung lingkungan KSPN Karimunjawa supaya tidak rusak,” kata Tri Hutomo melalui keterangan tertulis, Rabu (15/2/2023).
Ia menegaskan bahwa masyarakat terdampak gatal-gatal itu data empiris, lumut sutra itu juga empiris, bau dan berubah warna itu juga empiris, terumbu karang mati tertutup lumpur limbah itu juga data empiris.
“Lalu masih kurang apa lagi? Atau sebagai pembuktian secara cepat saya usulkan bisa dilakukan renang bersama para pejabat Jepara di pantai sekitar tambak, mungkin itu lebih adil supaya beliau-beliau sebagai pejabat juga bisa merasakan sendiri dampaknya. Bukan hanya warga saja yang merasakan,” ujarnya tegas.
Tri Hutomo kembali menyatakan bahwa pernyataan Kepala DLH Jepara yang akan menutup tambak setelah masa pembinaan selama 3 bulan, yang jatuh tempo pada 2 Februari 2023, ternyata hanya menghasilkan Surat Teguran pada Senin (13/2/2023) dan memberikan kesempatan lagi selama 30 hari kepada para pelaku usaha tambak adalah bentuk inkonsistensi Kepala DLH Jepara dalam menyikapi permasalahan lingkungan serius di Jepara.
“Dalam hal ini Pemkab Jepara tidak mempertimbangkan asas kepastian, manfaat dan keadilan bagi masyarakat Karimunjawa. Padahal sejak 2017 sampai sekarang masyarakat lah yang terkena dampaknya. Konflik sosial akibat dari ketidakpastian yang diberikan para pemangku kebijakan ini juga permasalah serius yang harus dipertimbangkan, selain dampak pencemaran dan kerusakan yang harus dipertimbangkan dari asas manfaat dan keadilan bagi masyarakat Karimunjawa,” ungkapnya.
Dikarenakan, lanjutnya, semua tahapan proses secara prosedural dan dengan cara-cara humanisme ternyata masih diingkari dan diabaikan, tidak mampu membuat suatu perubahan yang lebih baik.
“Karena itu, Kawali bersama masyarakat Karimunjawa telah bertekad bulat untuk melakukan Class Action dengan tidak menutup kemungkinan Pemkab Jepara khususnya DLHK turut menjadi tergugat dan/atau dugaan adanya obstruction of justice dengan pembiaran-pembiaran, atas aturan-aturan yang harus dijalankan,” pungkasnya.
Laporan: Tim Kedai Pena