KedaiPena.Com – Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, wacana pemindahan markas Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga ke Jawa Tengah (Jateng), adalah ide yang cerdas. Namun, hal itu tidak mudah untuk dilaksanakan.
“Dari konteks strategi, ide tersebut positif tapi belum tentu efektif. Pasalnya, dari aspek manajemen organisasi, tentu bisa menimbulkan sejumlah masalah,” kata Karyono saat dihubungi, Jumat (14/12/2018).
Sejumlah masalah yang dimaksud Karyono di antaranya masalah koordinasi dan mobilisasi tim dan persoalan teknis lainnya. Di sisi lain, kata dia, rencana pemindahan markas ke Jateng justru dengan mudah terbaca oleh lawan.
“Dampaknya, membuat kubu lawan malah bersiap diri dan merapatkan barisan untuk membentengi serangan. Oleh karena itu, saya memaknai wacana tersebut sekadar ‘shock therapy’ yakni memberikan efek kejut dan mengganggu psikologi lawan politik,” ujarnya.
Menurutnya, secara umum dapat dilihat bahwa wacana pemindahan markas BPN adalah bagian dari strategi besar kubu Prabowo-Sandiaga untuk menggempur basis pertahanan Jokowi-Ma’ruf Amin di Jateng yang notabene merupakan ‘kandang banteng’ dan nahdliyin.
Selain itu, kata dia, Pulau Jawa merupakan kunci kemenangan karena jumlah pemilih terbesar ada di pulau Jawa.
“Mungkin strategi pemindahan markas BPN tersebut bertujuan untuk menambah dukungan suara Prabowo-Sandi karena mereka menyadari elektabilitas pasangan capres nomor urut 2 tersebut masih sangat rendah di Jawa Tengah,” kata dia.
Dia menilai BPN Prabowo-Sandi ingin mempertipis kekalahan di Jawa Tengah dan juga di Jawa Timur yang menjadi basis Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan PDI Perjuangan, sedangkan di Jawa Barat, kubu Prabowo sudah merasa aman.
“Padahal belum tentu juga. Karena berdasarkan sejumlah hasil survei terbaru, elektabilitas dua pasangan capres posisinya imbang,” kata dia.
Sementara itu, dari konteks efektifitas, menurut Karyono jika terlalu konsentrasi di Jawa Tengah, justru akan menguras energi kubu Prabowo-Sandi. Sebab, Jawa Tengah adalah basis pemilih ideologis nahdliyin dan nasionalis yang sangat loyal pada PDI Perjuangan, PKB dan juga Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Belum lagi ditambah dengan suara partai Golkar, Nasdem dan Hanura. Menurutnya, tidak mudah memengaruhi pemilih loyal untuk migrasi ke kandidat lain, kelompok pemilih loyal yang berbasis ideologis tidak mudah pindah ke lain hati.
“Menurut saya, strategi yang efektif adalah mengamankan lebih dulu daerah yang menjadi basis pemilih (Prabowo-Sandi) terbesar, baru kemudian membidik pemilih mengambang (‘swing voters’), dan terakhir baru menggempur basis lawan,” ujarnya.
Laporan: Muhammad Hafidh