NIAT baik Sandiaga Uno yang mengorbankan aset pribadinya untuk menyelamatkan wajah ekonomi salah urus adalah langkah yang tidak perlu dan salah tempat.
Tindakan Sandiaga Uno yang menukarkan aset dolar pribadinya ke dalam rupiah dalam jumlah signifikan adalah langkah yang merugikan keuangan pribadi Sandi sendiri.
Mengapa? Semua analis tahu bahwa rupiah pasti akan melemah dalam jangka panjang? Aset masyarakat yang disimpan dalam rupiah sudah pasti tergerus secara terus-menerus.
Lagipula pelemahan rupiah sekarang ini bukan karena faktor spekukasi, Â tapi karena fundamental ekonomi Indonesia yang buruk, likuiditas lemah, liabilitas bengkak.
Kondisi disebakan karena sistem ekonomi “pokoke” yang dikembangkan oleh pemerintahan Jokowi, yakni ekonomi tanpa perencanaan yang baik, utang serampangan, dan tanpa adanya kemampuan respon terhadap krisis.
Sikap keprihatinan yang ditunjukkan oleh Sandiaga Uno ini seharusnya dilakukan oleh pemerintah sendiri. Karena pemerintahlah, bank sentral dan BUMN-lah yang paling banyak menyimpan likuiditas dalam bentuk dolar Amerika.
Pemerintah pusat paling sedikit belanja dolarnya Rp300 triliun setahun. Pertamina belanja dolarnya paling sedikit Rp200 triliun setahun, PLN paling sedikit belanja dolarnya Rp150 triliun setahun, Bulog belanja dolarnya juga sangat besar. Belum bank Indonesia dan OJK.
Jadi kalau pemerintah mau, memiliki niat baik dan rasa prihatin seperti Sandiaga, maka maka pihak pihak yang terkait dengan pemerintah itulah yang harus melepaskan aset dolar merekan dengan menukarkan ke dalam rupiah seluruhnya sekarang juga.
Apa yang dilakukan pemerintah? Jangankan niat baik, jangankan prihatin, sekedar mengakui saja bahwa ekonomi Indonesia sedang bermasalah, pemerintah tidak mau!
Pemerintah Indonesia masih saja mengklaim bahwa ekonomi Indonesia saat ini terbaik, dengan membandingkan dengan negara-negara yang lebih buruk.
Jadi niat baik, rasa prihatin Sandiaga sudah pasti akan dibalas dengan olok-olokan.
Jadi memberikan pertolongan sekecil apapun terhadap ekonomi pemerintahan yang salah urus dan salah arah ini adalah tindakan yang sia-sia dan tidak perlu.
Seperti pepatah “air susu dibalas air tuba”.
Oleh Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamudin Daeng