KedaiPena.Com- Anggota Komisi IX DPR RI Netty Aher meminta, agar pemerintah dapat melakukan assemen menyeluruh pasca memutuskan penggunaan vaksin AstraZeneca hingga ada hasil penelitian organisasi kesehatan dunia (WHO) terkait efek sampingnya.
“Sejak awal sudah saya pertanyakan apakah izin EUA AstraZeneca keluar melalui prosedur standar? Sebagaimana diketahui, tidak dilakukan uji klinis terhadap vaksin tersebut di Indonesia. Oleh sebab itu, saya mendukung penundaan penggunaannya dan meminta pemerintah melakukan asesmen menyeluruh. Jangan sampai kita kecolongan karena tergesa-gesa memberikan izin penggunaan darurat,” ujar Netty, Rabu, (17/3/2021).
Menurut Ketua Tim Covid-19 FPKS DPR RI, meskipun AstraZeneca diperoleh dengan skema COVAX WHO secara gratis, bukan berarti kita tidak perlu mempertimbangkan efikasi, kualitas dan kehalalannya.
“Semua harus transparan, jangan ada yang disembunyikan,” papar Netty.
Dalam pemberitaan media sebelumnya, disebutkan sejumlah negara seperti Perancis, Jerman, Italia, Bulgaria, Denmark, Islandia dan lain-lain telah menyatakan menunda penggunaan vaksin COVID-19 buatan perusahaan Inggris tersebut, akibat adanya laporan kasus pembekuan darah dan kemungkinan efek samping lainnya dari vaksin tersebut.
“Harus ada evaluasi atas temuan dugaan efek samping dari vaksin AstraZaneca di luar negeri. Kita butuh cepat dan segera selesaikan program vaksinasi, tapi harus tetap mengutamakan keamanan. Kita sedang perang melawan COVID-19 yang taruhannya adalah nyawa rakyat dan keselamatan bangsa. Keputusan memilih, membeli dan mendatangkan vaksin adalah kewenangan pemerintah yang tidak boleh dititipi kepentingan bisnis dan politis” ujar Wakil Ketua FPKS DPR RI ini.
Netty juga meminta pemerintah agar memastikan nasib 1,1 juta dosis serta 50 juta dosis vaksin AstraZaneca yang sudah didatangkan dan dibeli pemerintah.
“Bagaimana nasib 1,1 juta vaksin yang sudah didatangkan dan 50 juta yang sudah dibeli pemerintah? Menurut info, masa kadaluwarsa 1,1 juta dosis tersebut hanya sampai Mei 2021. Sekarang sudah memasuki pertengahan Maret. Bagaimana kalau kita tidak mampu menggunakan vaksin tersebut sebelum masa kadaluwarsanya habis?” katanya.
“Pemerintah harus segera mencari solusi atas persoalan tersebut. Kejadian ini harus jadi catatan pemerintah agar tidak tergesa-gesa dalam melakukan pembelian dan mendatangkan vaksin. Jangan sampai karena skema vaksin gratis, kita jadi lemah dan tidak mandiri. Penting juga dijelaskan pada masyarakat apakah skema vaksin gratis COVOX – WHO ini benar-benar bantuan murni bebas syarat. Jangan sampai publik berpikir, 1,1 juta dosis gratis didapatkan karena bersedia membeli 50 juta dosis lainnya,” kata Netty.
Terakhir, Netty meminta pemerintah agar menggencarkan sosialisasi mengenai vaksin dan vaksinasi.
“Sosialisasi harus masif dan efektif, agar mencegah beredarnya informasi hoax dan tidak berdasar. Sosialisasi vaksin juga jangan monoton. Gandeng tokoh masyarakat dan influencer yang sikap dan ucapannya didengar dan diikuti. Hati-hati, jangan salah pilih role model yang malah memberikan contoh buruk pada masyarakat,” ungkapnya.
Laporan: Muhammad Hafidh