KedaiPena.com – Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta memandang, sektor manufaktur memiliki peran penting untuk mencapai angka pertumbuhan ekonomi 7 hingga 8 persen.
“Arahan Prabowo kan clear, industri manufaktur harus naik. Hitungan kami, kalau mau 7-8 persen pertumbuhan ekonomi, industri manufaktur harusnya tumbuh 10 persen. Kan 5 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi 5 persen, kita cuma 4-4,5 persen. Kalau mau berkontribusi 18 persen ya harus tumbuh di atas ekonomi. Artinya tekstil 16 persen, sekarang kan minus, ke 16 persen angkanya berat,” kata Redma, Selasa (22/10/2024).
Ia pun menyatakan untuk mendukung wacana pertumbuhan ekonomi yang diinginkan pemerintah, Kementerian Keuangan dan kementerian terkait lainnya, harus bisa berkontribusi pada tumbuhnya industri manufaktur.
Sayangnya, ujarnya, yang terjadi belakangan justru keluar revisi Permendag No 36/2024 ke Permendag No 8/2024 yang disinyalir inisiatif Kemenkeu dan Kemenko Perekonomian, sehingga banjir impor tak terbendung.
“Yang harus diberesin Kemenkeu untuk pasar dalam negeri. Untuk ekspor agak sulit. Saya lihat statement pak Budi clear, dalam negeri, ekspor, UMKM. Yang pertama dalam negeri yang mau dia jaga. Yang jadi masalah Kemenkeu komitmennya, pertama Ditjen Bea Cukai turunnya manufaktur, kedua Pajak jadi sorotan. Prabowo ngga mau naikin pajak tapi diperluas wajib pajak terutama pemain ilegal di ritel. Pajak kan yang dikoyak yang formal. Tapi yang selundupan ngga pernah dikerjain,” ungkapnya.
Selain sorotan dari instrumen kementerian, pelaku usaha juga meminta neraca komoditas juga menjadi perhatian agar impor tidak membanjiri RI.
“Harusnya jadi urgensi supaya ga ribut sana-sini soal supply demand. Tekstil itu masalahnya 1.100 HS. Ini supaya kementerian kalo ada kuota ada dasarnya. Meskipun di Kemenperin verifikasinya sudah clear dan sangat bagus terukur dan dipertanggungjawabkan,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa