KedaiPena.Com- Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan akan menerbitkan aturan larangan Predatory Pricing. Larangan Predatory Pricing diterbitkan guna menekan produk-produk luar negeri yang dijual dengan harga murah melalui jejaring digital (E-Commerce) yang selama ini banyak merugikan para pelaku UMKM dalam negeri.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto menegaskan, pihaknya menyambut positif aturan perlindungan kepada UMKM yang dibuat Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan.
“Kita apresiasi langkah Menteri Perdagangan yang akan membuat aturan main mengenai predatory pricing,” ujar Politikus PDIP itu kepada wartawan, Jumat, (5/3/2021).
Apalagi ditengah kemajuan teknologi internet yang begitu massif, kata dia, memang sudah seharusnya negara hadir membentengi UMKM dari serbuan produk-produk asing melalui regulasi yang konkret.
“UMKM harus dilindungi dari produk-produk asing yang melakukan predatory pricing karena bisa membunuh bisnis UMKM. Kondisi seperti itu sangat riil sebab saat ini aturan mainnya sangat terbatas sehingga sulit menjerat pemain yang melakukan predatory pricing. Misal saat mereka lakukan aksi menjual rugi atau dengan sangat rendah produknya. Karena regulasi yang ada saat ini tidak jelas kriterianya bagaimana? sehingga praktek Predatory Pricing terus berjalan tanpa ada rasa takut,” tandas Bendahara Megawati Institute itu.
Darmadi menyarankan agar aturan yang dibuat nantinya mesti berkaca pada aturan sebelumnya yang kurang memadai.
“Harus buat aturan yang jelas. jangan seperti UU no 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang enggak jelas,” ungkapnya.
Selain itu, Darmadi juga mewanti-wanti agar jangan lagi saling menyalahkan atau menuduh melakukan Predatory Pricing karena ketidakefisienan industri dalam negeri.
“Sehingga pelaku usaha swasta atau asing menikmati keuntungan yang tinggi karena ada aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan sebagainya (karena saling menyalahkan tadi). Sehingga masyarakat Indonesia dikorbankan karena membeli barang yang sangat mahal akibat ketidaefisienan industri dalam negeri. Contohnya adalah industri gula dalam negeri,” paparnya.
Laporan: Muhammad Hafidh