KedaiPena.Com – Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan, mengatakan bahwa jauh sebelum pemerintah memutuskan kontrak dengan JP Morgan Chase terkait bank persepsi, DPR sudah pernah mengingatkan pemerintah terkait risiko akibat dilibatkannnya bank-bank asing untuk menampung dana tax amnesty.
“Kita sudah ingatkan pemerintah untuk belajar tentang risiko keuangan dan guncangannya dari yang kejadian yang mirip di masa lalu. Sebaiknya pemerintah punya cara dan jalan berpikir yang lebih nasionalis,” kata Heri kepada KedaiPena.com, Jumat (06/01).
Heri pun menjelaskan, bahaya sistem ketahanan perbankan yang keropos dengan adanya keterlibatan bank-bank asing itu. Meskipun sudah di-lock, bisa saja sewaktu-waktu dana itu bisa keluar kapan saja. Atau bisa dibawa lari lewat modus-modus tertentu. Yang rugi, kita juga.
“Terlepas karena modus, pengaruh politik maupun kondisi di dalam maupun negeri. Bahaya-bahaya seperti itu seharusnya bisa lebih diperhatikan pemerintah,” ungkap Heri.
Pemutusan kontrak dengan JP Morgan Chase, lanjut Heri, sudah pasti terkait dengan hasil riset JP Morgan yang berpotensi mengancam stabilitas sistem keuangan nasional.
Pasalnya dari hasil riset itu disebutkan bahwa JP Morgan menggeser rekomendasi portofolio mereka, menurunkan Brazil dari Overweight ke Netral, menurunkan Indonesia dari Overweight ke Underweight, dan Turki dari Netral ke Underweight.
“Sayangnya, JP Morgan tak menjelaskan secara rinci terkait alasan melakukan rekomendasi downgrade atas Indonesia,” sesal Heri.
Akan tetapi, kata Heri, jika membaca hasil riset yang ada, maka kehawatiran di pasar obligasi yang pertumbuhannya lebih cepat dan defisit lebih tinggi bisa menyebabkan meningkatnya volatilitas serta premi risiko di negara berkembang seperti Indonesia.
“Tentunya potensi itu menghentikan dan membalikkan aliran (modal) ke fixed income negara berkembang, bukan bicara besar kecil dan signifikannya tidaknya,” imbuh Heri.
“Ada juga kehawatiran terkait tingginya tekanan sosial di Jakarta. Pasalnya tahun 2016, investor asing melakukan aksi beli di pasar saham Indonesia sebesar 2,4 miliar dolar AS. Ini tentu pertanda yang tidak baik bagi stabilitas sistem keuangan nasional. Apalagi banyak dana-dana hasil tax amnesty yang disimpan di situ,” tambah Heri.
Laporan: Muhammad Hafidh
Foto: Istimewa