KedaiPena.Com – Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang mengaku memiliki data 110 juta orang di media sosial menginginkan agar pemilu 2024 dapat ditunda, menimbulkan pertanyaan tentang kecanggihan teknologi yang digunakan untuk mengolah data ini.
Pengamat Komunikasi Politik, Silvanus Alvin memaparkan bahwa fakta big data yang dikemukakan oleh Menko Luhut, menjadi satu hal yang sangat menarik untuk ditelusuri.
“Inovasi teknologi seperti apa yang dipergunakan untuk mengolah percakapan dari 110 juta orang. Ini sebuah jumlah data yang sangat besar sekali lho. Tentunya publik sangat ingin mengetahui tentang teknologi canggih ini,” kata Silvanus saat dihubungi, Minggu (13/3/2022).
Ia menyatakan bahwa pemerintah juga perlu menjelaskan bagaimana teknologi yang dipergunakan untuk melakukan analisa pada subjek setuju menunda Pemilu 2024 itu, dapat membedakan antara akun asli dan akun bot.
“Menarik juga untuk mengetahui bagaimana cara pemerintah membedakan mana akun asli dan akun bot,” ungkapnya.
Ia juga menyatakan bahwa publik dan akademisi tentunya juga perlu diberi kejelasan terkait mekanisme perekaman pembicaraan atau komentar dari masyarakat yang menyetujui penundaan pemilu tersebut.
“Jadi bagaimana merekamnya? Apakah melalui hastag atau ada cara lainnya? Dan melalui media sosial apa semua tanggapan itu diambil,” ungkapnya lagi.
Dan Silvanus juga menyatakan bahwa pemerintah juga harus menjelaskan apakah teknologi yang dipergunakan pemerintah itu bisa menampung aspirasi masyarakat dengan membedakan kepemilikan akun.
“Selain itu, teknologi yang dimiliki pemerintah ini barangkali bisa digunakan untuk menampung aspirasi masyarakat, secara personal. Karena, faktanya 1 orang bisa memiliki dua atau lebih akun medsos. Ini akan menkadi sangat menarik andaikan pemerintah bisa share dengan jelas terobosan teknologi big data ini,” pungkasnya.
Laporan: Hera Irawan